Jumat, 03 September 2010

Pemikiran Amrullah Ahmad Tentang Sistem Dakwah Islam

PEMIKIRAN AMRULLAH AHMAD TENTANG

SISTEM DAKWAH ISLAM


S K R I P S I

Diajukan kepada Ketua STAIN Purwokerto

Guna Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Strata Satu

Sosial Islam

Oleh :

HIDAYATUR ROCHMAN

NIM. 052 612 009

PROGRAM KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

JURUSAN DAKWAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

PURWOKERTO

2010

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama dakwah yang berisi tentang petunjuk-petunjuk agar manusia secara individual menjadi manusia yang beradab, berkualitas dan selalu berbuat baik sehingga mampu membangun sebuah peradaban yang maju untuk menjadi sebuah tatanan kehidupan yang adil. Sebuah tatanan yang manusiawi dalam arti kehidupan yang adil, maju, bebas dari berbagai ancaman, penindasan, dan berbagai kekhawatiran.[1]

Dakwah di dalam Islam merupakan masalah besar yang menyangkut hajat kepentingan masyarakat luas. Sebab pada kenyataannya Islam tidak mungkin berkembang tanpa adanya dakwah Islamiyah yang disebarkan oleh para tokoh-tokoh dakwah, karena dalam kehidupan Rasulullah amat sarat dengan kegiatan dakwah. Demikian pula yang dikembangkan oleh para sahabat, dan para penerus beliau.[2]

Salah satu tugas manusia sebagai khalifah allah di muka bumi adalah berdakwah yakni mengajak pada perbuatan baik (amar ma’ruf) serta mencegah perbuatan munkar (nahyi munkar).[3]

Dakwah Islam sendiri merupakan dakwah robbaniyyah yaitu cara untuk mengenalkan manusia terhadap Tuhannya, dan dakwah ‘alami (universal) diarahkan kepada seluruh manusia menurut ketentuan dakwah, manusia adalah satu saudara, satu asal, satu ayah, dan satu keturunan. Tidak ada yang lebih utama kecuali takwa kepada Allah SWT.[4]

Dulu dakwah adalah tugas para Rasul dan Nabi Allah. Tetapi setelah Islam datang, dakwah bukan hanya tugas yang dibebankan kepada Rasulullah SAW, melainkan menjadi tugas dari seluruh pengikutnya tanpa kecuali[5]. Surat ali-Imran ayat 104 bisa dijadikan dasar bahwa dakwah adalah tugas kolektif seluruh kaum muslim, sebagaimana ditegaskan dalam ayat berikut:

`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung”.(Ali-Imran: 104)[6].

Oleh karena itu, dakwah merupakan sebuah keharusan bagi umat Islam.[7] Dengan demikian dakwah diperlukan disiplin ilmu yang dapat memperkuat keilmuan dakwah baik yang bersifat teoritik dan aplikatif (praktik), baik menyangkut ilmu tabligh, ilmu pengembangan masyarakat Islam maupun ilmu manajemen dakwah.[8]

Hal senada juga diungkapkan oleh M. Arifin dalam bukunya Psikologi Dakwah, mengungkapkan bahwa dakwah merupakan kegiatan yang bersifat mengajak baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah-laku dan sebagainya. Dakwah dilakukan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik sacara individual maupun kelompok agar timbul di dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama yang dibawa oleh aparat dakwah.

Dalam menjalankan aktifitas dakwah, terdapat tantangan, halangan, dan rintangan yang datang secara silih berganti sesuai dengan keadaan dan kebutuhan zaman. Namun demikian apapun alasannya, amar ma’ruf nahi munkar harus tetap dilaksanakan dalam kondisi bagaimanapun, kapanpun, dan dimanapun. Maka dari itu, diperlukan sebuah upaya pengelolaan (manajemen) yang efektif dan efisien dengan memperhatikan semua unsur yang terkait di dalamnya. Semua unsur tersebut itu merupakan satu integritas yang saling mendukung dan tidak dapat di pisahkan.

Adapun unsur-unsur yang di maksud adalah sebagai berikut; Pertama, Da’i (komunikator) adalah subjek dakwah, yakni orang yang menyampaikan pesan dakwah (materi dakwah); Kedua, materi dakwah (ajaran Islam), merupak isi pesan yang hendak disampaikan; Ketiga, metode dakwah, yaitu suatu rangkaian cara yang digunakan oleh da’i untuk menyampaikan pesan tersebut; Keempat, media dakwah, yaitu perangkat keras (alat) yang digunakan untuk menunjang penyampaian isi pesan dakwah; dan Kelima adalah mad’u (komunikan), yaitu objek dakwah atau orang yang akan menjadi sasaran dari aktifitas dakwah.[9]

Aktifitas dakwah yang berkembang di tengah masyarakat sekarang telah berkembang dalam bentuk beraneka ragam. Tetapi persoalannya apa yang selama ini telah mekar tersebut ternyata masih belum mampu mencerahkan, mengentaskan, memberdayakan dan mendewasakan masyarakat. Kenyataan yang ada, banyak aktifitas dakwah yang digerakan oleh berbagai elemen ormas yang terjebak karena pelembagaan organisasi yang kaku, dan membatasi gerak umat.[10]

Fenomena yang terjadi saat ini, arus globalisasi melaju begitu cepat seiring dengan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Hal itu ibarat pedang bermata dua, satu sisi memiliki kekuatan konstruktif dalam menata peradaban manusia, sisi yang lain mampu menghancurkan tatanan sosial yang telah berkembang.

Penemuan baru dalam bidang teknologi komunikasi dan informasi telah menggiring masyarakat untuk melakukan berbagai perubahan budaya yang diawali dengan perubahan budaya komunikasi dalam berdakwah.[11]

Secara historis kehadiran dan peran dakwah senantiasa berinteraksi dengan dinamika atau perubahan sosial yang terjadi di masyarakat. Dalam kehidupan Rasulullah Saw, batapa penting kehadiran peran dakwah memiliki arti yang signifikan bagi kehidupan masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat tidak hanya diperkenalkan dan diajarkan tentang bagaimana hidup bermasyarakat dan bernegara.[12]

Untuk mencapai usaha tersebut, menurut Amrullah Ahmad yang lahir di Banjarnegara pada 5 Oktober 1954, seorang yang aktif dibidang dakwah sejak tahun 1983-1995. Kemudian beliau adalah pakar pemikir dakwah dan penggagas kurikulum dakwah pada tahun 1994. Sekaligus editor buku (Dakwah Islam dan Perubahan Sosial) 1983, hingga sekarang beliau juga masih concern terhadap persoalan-persoalan dakwah Islam di Indonesia, yaitu sebagai Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat. Menurut beliau bahwa untuk menganalisa keadaan dakwah Islam yang permasalahannya yang semakin kompleks di tengah-tengah perubahan sosial, diperlukan suatu kerangka analisa makro untuk menjebatani kesenjangan antara pemikiran dengan realitas dakwah.

Pendekatan ini berangkat dari anggapan dasar bahwa dakwah Islam merupakan suatu sistem usaha merealisasikan ajaran Islam pada semua dataran kenyataan kehidupan manusia. Dalam pendekatan ini di gunakan teori umum sistem yang bersifat analitis, yaitu mengadakan konstruksi intelektual yang tersusun dari aspek-aspek realitas dakwah Islam[13]. Dengan demikian, perubahan sosial dan proses dakwah dapat diketahui alurnya, hasil-hasil dakwah, dan juga dapat diukur dan dianalisa. Demikian juga dampak perubahan dari sistem politik terhadap sistem dakwah dapat diidentifikasi secara jelas. Oleh karena itu, metode ini sangat tepat sekali untuk pengembangan konsep dan teori dakwah dalam rangka pengembangan keilmuan dakwah. Sedangkan secara praktis metode ini sangat bermanfaat bagi perumusan kebijakan dan program dakwah Islam[14].

Hal itu sesuai dengan tujuan dakwah Islam sendiri, yaitu mewujudkan pribadi muslim, keluarga muslim, jama’ah muslim, masyarakat yang berkualitas khaera ummah dan daulah thayyibah yang menerapakan syari’ah, sehingga tercapailah Fallah dan khasanah di dunia dan di akhirat.[15]

Dari permasalahan-permasalahan yang penulis paparkan di atas, pemikiran Amrullah Ahmad yang terkait dengan problem bangunan filosofis sistem dakwah Islam, dapat menjadi alternatif untuk pengembangan dakwah Islam. Karena sesungguhnya persoalan-persoalan yang nampak dalam praktek dakwah Islam itu di sebabkan oleh lemahnya landasan filosofis tersebut. Dari situlah, penulis tertarik untuk menyelami dan menziarahi pemikiran Amrullah Ahmad lebih dalam lagi untuk mengetahui seberapa besar peran dan konsep yang beliau gagas, terkait dengan persoalan-persoalan sistem dakwah Islam. Kemudian alasan akademik pula penulis memilih sosok Amrullah Ahmad dalam kajian dakwahnya. Dan lebih sepesifik lagi, seperti apa sebenarnya pemikiran Amrullah Ahmad tentang dakwah Islam itu sendiri.

Sebuah penelitian tentunya harus ada pembanding antar tokoh. M. Quraish Shihab memang sering memberikan materi-materi keislaman dan beliau juga da’i tetapi beliau bukan pemikir dakwah, sedangkan Amrullah Ahmad merupakan pemikir dakwah dan sekaligus da’i. konsep dan pemikiran sistem dakwah beliau juga banyak menjadi acuan para pemikir dakwah.

B. Penegasan Istilah

Untuk memberikan gambaran yang lebih operasional tentang berbagai konsep yang terdapat dalam rumusan masalah, penulis perlu memberikan beberapa penegasan istilah tersebut, yaitu:

1. Pemikiran

Pemikiran, dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, diartikan sebagai cara atau hasil berfikir. Dengan kata lain, berfikir adalah proses atau hasil refleksi manusia tentang sesuatu sehingga menimbulkan gagasan, ide-ide atau konsep-konsep yang tertuang dalam tulisan-tulisan.[16]

Dengan demikian, yang dimaksud dengan pemikiran adalah cara atau hasil berfikir Amrullah Ahmad terhadap sesuatu, sehingga melahirkan gagasan-gagasan, ide-ide atau konsep-konsep yang baru mengenai sistem dakwah baik ontologi, epistimologi, dan aksiologi dakwah.

2. Dakwah Islam

Istilah “dakwah” berasal dari bahasa arab da’wah, merupakan bentuk masdar dari kata kerja da’â, yad’û, da’watan. Berarti seruan, ajakan, atau panggilan[17].

Dakwah Islam sebagai usaha kegiatan orang beriman dalam mewujudkan ajaran Islam dengan menggunakan sistem dan cara tertentu dalam kenyataan hidup perorangan (fardiyyah), keluarga (usrah), kelompok (thâifah), masyarakat (mujtama’) dan Negara (daulah) merupakan kegiatan yang menjadi (instrumental) terbentuknya komunitas dan masyarakat muslim serta peradabannya. Tanpa adanya dakwah maka masyarakat muslim tidak dimungkinkan kebaradaanya. Dengan demikian, dakwah merupakan pergerakan yang berfungsi menstransformasikan Islam sebagai ajaran (doktrin) menjadi kenyataan tata masyarakat dan peradabannya yang mendasarkan pada pandangan dunia Islam merupakan faktor dinamik dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas khaera ummah dan daulah thayyibah[18].

Jadi, dakwah Islam adalah menyeru dan mengajak sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam untuk membudayakan dan mewariskan ajaran Islam pada masyarakat, baik yang dilakukan individu atau kelompok dan diselenggarakan secara sadar sistematis dan terencana pada (komunikan/audien), untuk mengenalkan manusia terhadap tuhannya.

C. Rumusan Masalah

Sampai sekarang diakui atau tidak masih banyak masyarakat mempersepsikan dakwah sebagai kegiatan pidato, retorika, atau khutbah di atas podium yang bersifat verbal/lisan dan komunal saja. Padahal dakwah dapat dilaksanakan lebih daripada itu. Selain dengan lisan (bil-lisan), dakwah juga dapat dilaksanakan dengan perbuatan (bil-hâl), bahkan juga bisa dengan tulisan (bil-qalâm).

Di tengah era yang bervariasi dalam pertarungan global, tentunya harus bisa menawarkan gagasan baru dalam melakukan dakwah. Baik di media elektronik, media cetak, lembaga dakwah, ataupun dalam strukur sebuah lembaga Islam yang memberikan peluang untuk ide baru dalam berdakwah. Amrullah Ahmad misalnya, pengurus MUI Pusat, aktifis dakwah dan sekaligus sebagai da’i, ada kesamaan visi dan misi beliau dalam lembaga tersebut (simbiosis mutualisme). Dari identifikasi di atas maka Penulis akan menganalisis keunggulan pemikiran Amrullah Ahmad dalam melakukan formulasi sistem dakwah Islam.

Dari identifikasi di atas, berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan di atas, maka masalah yang penulis pilih untuk dijadikan fokus dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah Pemikiran Amrullah Ahmad Mengenai Sistem Dakwah Islam?”.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyelami Pemikiran Amrullah Ahmad Tentang Dakwah Islam.


2. Manfaatnya Penelitian

a. Secara akademik dapat menambahkan dan memperkaya wacana dan khazanah keilmuan Islam, khususnya yang berkaitan dengan sistem dakwah Islam.

b. Diharapkan menjadi media pembangunan keilmuan pada wilayah praktik dakwah, khususya perumusan kebijakan dan program dakwah Islam.

c. Menambah wawasan yang dimiliki penulis tentang dakwah Islam.

d. Memberikan kontribusi bagi siapapun yang mengkaji pemikiran Amrullah Ahmad, khususnya tentang Dakwah Islam

E. Telaah Pustaka

Pembicaraan seputar dakwah Islam, sesungguhnya sudah cukup banyak dikemukakan oleh para peneliti. Berbagai perspektif telah digunakan untuk membaca persoalan-persoalan dakwah Islam, dari yang bertitel sosial, politik, agama, sampai pada dataran landasan filosofis, baik yang ditulis dalam buku, makalah, jurnal, artikel maupun media lainnya. Semua itu dilakukan dalam rangka pengembangan sistem dakwah Islam dari kebekuan dan ketertinggalan menuju modernisasi sistem dakwah Islam yang mampu memberdayakan umat. Sepanjang yang penulis ketahui, sampai penulis melakukan penelitian ini, masih sangat jarang peneliti yang secara khusus mengkaji pemikiran Amrullah Ahmad, kalaupun ada, hal tersebut hanya bersifat parsial, Amrullah Ahmad dalam bukunya (Dakwah Islam dan Perubahan Sosial-Seminar dan Diskusi), (Editor), 1985. Amrullah Ahmad mengkaji mengenai pengertian dakwah Islam dalam perubahan sosial. Dalam bukunya Samsul Munir Amin. yang berjudul (Ilmu Dakwah) 2009. Samsul Munir Amin mengkaji pemikiran Amrullah Ahmad sebatas kepentingan pemetaan pengertian dakwah Islam.[19] Asep Muhyidin, dalam bukunya yang berjudul, (Dakwah dalam Persepektif al-Qur’an), 2002. Mengupas tentang posisi al-Qur’an dalam konteks dakwah, disamping menjadi materi dakwah yang harus disampaikan, juga sebagai pesan moral yang mengandung nilai filosofi dakwah[20]. Abdul Basit, Tesis, tidak dipublikasikan, (Pemikir Abu A’la al-Maududi Tentang Dakwah Islamiyah), 2000. Beliau mengkaji tentang pemikiran Abu A’la al-Maududi, dari konsep pemikiran sampai pengertian dakwah Islamiyah menurut Abu A’la al-Maududi bahwa dakwah adalah suatu revolusi yang terus menerus dibawah bimbingan Allah SWT, guna terciptanya tatanan yang Islami pada individu maupun masyarakat. Sedangkan, Rosyidi, mengupas Metode Dakwah Sufistik Jalaludin Rakhmat, cendekiawan dan mubaligh yang dianugrahi keahlian menulis lincah dan kemampuan retorika menawan. Diulas juga pergeseran karirnya dari mubaligh fiqh menjadi mubaligh tasawuf, serta berbagai kontroversi yang mengiringi perjalanan dakwah sang pakar komunikasi dan politik. Dengan judul (Dakwah Sufistik Kang Jalal), 2004[21]. Sedang yang akan penulis teliti adalah pemikiran Amrullah Ahmad mengenai Dakwah Islam secara lebih komprehensip.

Sebetulnya, wilayah kajian dakwah dapat dilihat dari berbagai dimensi. Menurut Samsul Munir Amin melihat era milenium ketiga merupakan kelanjutan adanya era globalisasi, yang pada milenium ini muncul kemajuan-kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang maha dahsyat karena adanya akselerasi penyebaran informasi yang luar biasa, yang mampu menyebarkan kabar keseluruh dunia dengan sekejap saja.

Disadari atau tidak, bersama dengan derasnya arus globalisasi yang tidak dapat dikendalikan itu, kamajuan-kemajuan itu secara meyakinkan mengubah dan mengarahkan kebudayaan kita dan melebihi angan-angan kita. Yang terkena dampak modernitas kehidupan ketiga, sikap keagamaan pun di masyarakat kian berubah.

Menghadapi modernitas atau jargon yang meng-image-kannya, para aktifis dakwah akan dihadapkan pada persoalan yang diklasifikasikan sebagai berikut, pertama: persoalan internal, berkaitan dengan bagaimana umat Islam memahami ajaran Islam baik (normatif) ataupun (historis). Kedua persoalan eksternal; bahwa dalam realitanya Islam selalu berhadapan dan berinteraksi dengan kenyataan-kenyataan lain diluar Islam.

Setelah melalui penelitian mendalam penulis akan membahas Pemikiran Amrullah Ahmad Tentang Dakwah Islam. Namun selama penulis melakukan pencarian ternyata belum ada penelitian yang membahas Pemikiran Dakwah Islam menurut Amrullah Ahhmad.


F. Kerangka Teori

Dalam penelitian dakwah yang bersifat kualitatif, fungsi paradigma dan teori bukan ditujukan untuk membentuk fakta, malakukan prediksi dan tidak pula menunjukan hubungan dua variable sebagaimana halnya dalam penelitian kauntitatif, melainkan lebih banyak ditujukan untuk mengembangkan konsep dan pemahaman serta kepekaan peneliti. Pertama-tama penulis membaca karya-karya beliau dalam mencari pokok bahasan yang dijadikan konsep awal, untuk dapat dirumuskan secara empiris.

Untuk keperluan menjawab permasalahan tersebut, maka penulis mencari landasan filosofi dan epistimologi. Kemudian setelah itu menjabarkan kerangka keilmuan yang selanjutnya digunakan untuk menata, mengkaji dan mengembangkan teori.

Dengan menggunakan analisa teori sistem dakwah masalah-masalah dakwah yang kompleks dapat dirumuskan, proses dakwah dapat diketahui alurnya, hasil-hasil dakwah dapat diukur dan dianalisa, umpan balik kegiatan dakwah dapat dinilai dan fungsi dakwah terhadap sistem kemasyarakatan (lingkungan) dapat diketahui dan dianalisa. Demikian juga dampak perubahan dari sistem politik terhadap sistem dakwah dapat diidentifikasi secara jelas. Oleh karena itu, metode ini sangat tepat sekali untuk pengembangan konsep dan teori dakwah dalam rangka pengembangan keilmuan dakwah. Sedangkan secara praktis metode ini sangat bermanfaat bagi perumusan kebijakan dan program dakwah Islam[22]. Hingga akhirnya penulis dapat mengambil kesimpulan, pemahaman dan penalaran dalam mengkaji pemikiran sistem dakwah Islam Amrullah Ahmad.

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Ditinjau dari objek kajian dan tempatnya, peneliti masuk kategori penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengadakan studi terhadap buku-buku yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas secara deskriptif-analitik malalui kajian filosofis dengan pendekatan kualitatif rasionalitik. Sehingga data-data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah, artikel dan berbagai karya ilmiah yang telah dihasilkan oleh Amrullah Ahmad, dalam hal ini terutama karya ilmiah tentang sistem dakwah.

2. Sumber Data

a. Sumber Primer

Sumber primer adalah sumber informasi langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap pengumpulan data. Sumber semacam ini disebut pula first hand sources of information atau sumber pertama.[23]

Yang menjadi sumber primer adalah karya-karya ilmiah Amrullah Ahmad, yaitu:

1. Amrullah Ahmad, (Ed), Dakwah Islam dan Perubahan Sosial (Seminar dan Diskusi), (Yogyakarta: PLP2M), 1985.

2. Amrullah Ahmad, Makalah Konstruksi Keilmuan Dakwah dan Pengembangan Jurusan-Konsentrasi Studi, Unit Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, (Semarang 19-20 Desember), 2008.

3. Amrullah Ahmad, Sistem Dakwah Islam “Analisa Terhadap Dakwah Nabi Muhammad Saw, Desertasi tidak dipublikasikan, Jakarta: 2008.

4. Amrullah Ahmad, Format Strategi Dakwah yang Antisipatif di Tengah Gelombang Kapitalisme Global, Materi Kajian Iktikaf Ramadhan Padepokan Budi Mulia, 09 Oktober 2007 di Jogjakarta.

5. Amrullah Ahmad, Dakwh Islam sebagai Ilmu Sebuah Kajian Epistimologi dan Struktur Keilmuan Dakwah, “Makalah tidak dipublikasikan” 1993.

b. Sumber Skunder

Sumber sekunder adalah sumber informasi yang diperoleh bukan dari sumber yang pertama atau sumber yang memiliki data dan ia sendiri memperoleh data tersebut dari pihak atau orang lain, baik dalam bentuk tulisan, salinan, turunan ataupun sumber data yang dimiliki oleh bukan orang pertama.[24] Adapun yang menjadi sumber sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku, majalah, artikel yang relevan dan yang mendukung penyempurnaan data dari sumber pertama.

3. Metode Pengumpulan Data

a. Metode Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk mencari data yang berkaitan dengan masalah yang bersumber dari buku, transkip, catatan, majalah, surat kabar, televise, Situs Internet dan lain-lain. Dalam sekripsi ini, menggunakan dokumentasi berupa buku, majalah dan karya ilmiah.

b. Metode Wawancara (Interview)

Yaitu metode pengumpulan data dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berdasarkan tujuan penelitian.[25] Interview penulis lakukan dengan Amrullah Ahmad untuk memperoleh data yang berkaitan dengan pemikirannya tentang dakwah isalam, sekali gus cross chek terhadap pemikiran Amrullah Ahmad yang telah penulis identifikasi dari setiap karya tulisnya, baik yang berbentuk buku maupun dalam bentuk karya tulis yang lainnya.

4. Metode Analisa Data

Dalam analisis data, penulis menggunakan metode content analisis (analisis isi) yaitu metode yang digunakan untuk mengungkapkan isi sebuah buku yang menggambarkan situasi dan kondisi masyarakat ketika penulis membuat karya tersebut.[26] Metode ini penulis gunakan dalam rangka untuk menggali dan mengungkap seluruh pokok-pokok Pemikiran Amrullah Ahmad Tentang Dakwah Islam yang tertuang dalam karya-karya Amrullah Ahmad, baik berbentuk buku maupun karya tulis yang lain.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan memahami dan mencerna masalah-masalah yang akan dibahas, maka penulis menyajikan sistematika penulisan sekripsi, sebagai berikut:

Bab Pertama, diuraikan beberapa hal yang berhubungan dengan gambaran umum penelitian ini yang meliputi: pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Penegasan Istilah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Telaah Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab Kedua, diuraikan secara sistematis sistem dakwah yang meliputi, Pengertian Sistem Dakwah, Unsur Dakwah, Kerangka Teori.

Bab Ketiga, dikemukakan tentang Sejarah singkat dan riwayat pendidikan Amrullah Ahmad, Aktifitas dan karir Amrullah Ahmad, Karya Ilmiah, Kondisi sosial politik karya Amrullah Ahmad dan pola pemikiran Amrullah Ahmad.

Bab Keempat, dikemukakan mengenai sistem dakwah menurut Amrullah Ahmad, meliputi: Unsur-Unsur Dakwah Menurut Amrullah Ahmad, Landasan Dalam Membangun Sistem Dakwah, Urgensi Sistem Dakwah, Subsistem Dalam Sistem Dakwah, Aplikasi Sistem Dakwah.

Bab Kelima, adalah penutup yang meliputi kesimpulan dari penelitian ini, saran-saran dan kata penutup.


BAB II

SISTEM DAN UNSUR-UNSUR DAKWAH

A. Pengertian Sistem Dakwah

Berbicara mengenai sistem dakwah, terlebih dahulu perlu dijelaskan pengertian sistem. Menurut Nasarudin dikutip oleh Moh. Ali Aziz, dalam Ilmu Dakwah sistem (sistem) menurut arti logat adalah suatu kelompok unsur-unsur yang saling berhubungan membentuk suatu kesatuan kolektif. Maksud sistem adalah suatu rangkaian kegiatan yang sumbang menyumbang saling berkait menjelmakan urutan yang logis dan tetap terikat pada ikatan hubungan pada kegiatan masing-masing dan rangkaian secara menyeluruh.

Sementara itu, Iskandar Wiryakusumo mendefinisikan sistem sebagai suatu organisasi dari kumpulan komponen yang berhubungan suatu sama lain.[27] Dengan demikian sistem ini akan menjadi suatu alat yang penting untuk mengontrol transfer prinsip-prinsip dari bidang kebidang lainnya.[28]

Dari pengertian sistem di atas jika dikaitkan dengan sistem Islam dan sistem dakwah Islam adalah merupakan ajaran yang bersumber dari wahyu ilahi yang antara isi-isi wahyu itu sangat terkait dengan satu lainnya. Demikian hadits sebagai sumber kedua setelah al-Qur’an. Kalau kita membagi isi pokok ajaran Islam menjadi keimanan syari’ah dan muamalah, maka ketiganya itu merupakan satu kesatuan yang utuh.[29]

Sistem dakwah terbentuk dari beberapa subsistem yang merupakan komponen-kkomponen yang lebih kecil dan merupakan bagian dari sistem dakwah. Beberapa subsistem yang merupakan bagian dari sistem dakwah tersebut tidak lain adalah unsur-unsur dakwah itu sendiri, yaitu da’i (subjek dakwah) mad’u (mitra dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media), metode (thariqah) dan atsar (efek dakwah). Keseluruhan dari subsistem-subsistem dakwah ini merupakan satu kesatuan yang sangat terkait satu dengan lainnya.[30]

Dengan menggunakan analisa sistem dakwah masalah-masalah dakwah yang kompleks dapat dirumuskan, proses dakwah dapat diketahui alurnya, hasil-hasil dakwah dapat diukur dan dianalisa, umpan balik kegiatan dakwah dapat dinilai dan fungsi dakwah terhadap sistem kemasyarakatan (lingkungan) dapat diketahui dan dianalisa. Demikian juga dampak perubahan dari sistem politik terhadap sistem dakwah dapat diidentifikasi secara jelas. Oleh karena itu, metode ini sangat tepat sekali untuk pengembangan konsep dan teori dakwah dalam rangka pengembangan keilmuan dakwah. Sedangkan secara praktis metode ini sangat bermanfaat bagi perumusan kebijakan dan program dakwah Islam[31].


B. Pengertian Dakwah

Ditinjau secara etimologi atau bahasa, kata dakwah berasal dari bahasa Arab, yaitu da’â-yad’û-da’watan, artinya memanggil, mengajak dan menyeru.[32]

Warson Munawir, menyebutkan bahwa dakwah artinya adalah memanggil (to call), mengundang (to invinite), mengajak (to summon), menyeru (to propose), mendorong (to, urge), dan memohon (to pray).[33]

Dakwah dalam pengertian tersebut dapat dijumpai dalam ayat-ayat al-Qur’an, yang artinya antara lain: dalam QS. Surat Yusuf : 33, Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih Aku sukai dari pada memenuhi ajakan mereka kepadaku... dan dalam QS. Surat Yunus : 25, Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam)[34].

Secara garis besar menurut Amrullah Ahmad pola pemikiran dakwah yang selama ini hidup ada dua. Pertama, bahwa dakwah diberi pengertian tabligh/penyiaran/penerangan agama. Kedua, bahwa dakwah diberi pengertian semua usaha untuk merealisir ajaran Islam dalam semua segi kehidupan manusia[35].

Menurut Jumu’ah Amin Abdul Aziz dalam bukunya Fiqh Dakwah, diantara makna dakwah secara bahasa adalah sebagai berikut.

1. An-Nida, artinya memanggil, da’â Fulan ilâ Fulanah

2. Ad-da’â ilâ Syai’i, artinya menyeru dan mendorong pada sesuatu.

3. Ad-dakwah Ilâ Qadhiyah, artinya menegaskannya atau membelanya, baik yang haq ataupun yang batil, yang positif maupun yang negatif.

Dakwah adalah mengajak, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain untuk berbuat baik sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya, serta meninggalkan perbuatan tercela (yang dilarang) oleh Allah dan Rasul-Nya[36].

Menurut Abdul Basit, kata dakwah dalam al-Qur’an yang akar kata terdiri dari dal, ‘ain, dan wawu memiliki berbagai ragam bentuk dan maknanya. Ada 198 kali al-Qur’an menyebutkan kata dakwah dan ramifikasinya tersebar dalam 55 surat (176 ayat), jumlah kata dakwah dan ramifikasinya disebutkan dalam al-Qur’an lebih banyak dari jumlah ayat yang memuatnya. Ada 18 ayat yang muatan kata dakwah di dalamnya lebih dari satu kata dakwah, dan ada 2 ayat yang masing-masing memuat sebuah kata dakwah. Akan tetapi, kedua kata tersebut masing-masing memiliki dua arti sekaligus. Sementara itu, makna kata dakwah dan ramifikasinya ada yang berhubungan secara vertikal (do’a dan penyembuh) dan ada yang berhubungan secara horizontal (seruan, panggilan, ajakan, permintaan, harapan, undangan, dan lain-lain)[37].

Sementara itu menurut Muhammad Fuad Abdul Baqi, kata dakwah dalam al-Qur’an dan kata-kata yang berbentuk darinya tidak kurang dari 213 kali[38].

Definisi mengenai dakwah telah banyak dibuat oleh para ahli, dimana masing-masing definisi tersebut saling melengkapi. Walaupun berbeda susunan redaksinya, namun maksud dan makna hakikatnya sama.

Di bawah ini akan penulis kemukakan beberapa definisi dakwah yang dikemukakan para ahli mengenai dakwah. Kata dakwah juga diartikan sebagai seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha mengubah situasi yang lebih baik dan sempurna, baik terhadap pribadi maupun masyarakat[39].

Dalam stigma masyarakat kita, kata dakwah identik dengan istilah agama Islam. Maka dari itu, tidak heran jika ada kalangan pemikir yang mendefinisikan kata dakwah dan menggandengkannya dengan kata Islam. Ahmad Syafi’i Ma’arif sebagaimana oleh Munzier Suparta dan Harjani Hefni. Mendefinisikan dakwah Islam sebagai kegiatan yang bertujuan untuk memancing dan mengharapkan potensi fitri manusia agar eksistensi mereka punya makna di hadapan Tuhan dan sejarah. Beliau menegaskan bahwa tugas dakwah adalah tugas umat secara keseluruhan bukannya hanya tugas kelompok tertentu dari umat Islam[40].

Sementara itu, Toto Tasmara dalam bukunya Komunikasi Dakwah, menyebutkan istilah dakwah sama dengan tabligh, merupakan suatu proses penyampai pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain mengikuti ajakan tersebut[41].

Dakwah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk kejalan Allah secara bertahap menuju kehidupan yang Islami[42].

Menurut Toha Yahya Omar: Mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk keselamatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat[43].

Sementara itu, M. Natsir seperti yang dikutip oleh Abdul Munir Mulkhan dalam bukunya Idiologi Gerakan Dakwah Episode Kehidupan M.Natsir dan Azhar Basyir, mengatakan bahwa dakwah adalah pemanggilan umat manusia di seluruh dunia ke jalan Allah dengan penuh petunjuk yang baik serta berdiskusi dengan mereka dengan cara yang sebaik-baiknya[44].

Lebih menarik lagi adalah pengertian dakwah menurut Amrullah Ahmad dalam buku Dakwah Islam dan Perubahan Sosial. Beliau mendefinisikan bahwa pada hakikatnya dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur, untuk mempengaruhi cara berfikir, bersikap, merasa, dan bertindak pada dataran kenyataan individual dan sosio kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dari semua segi kehidupan manusia dengan menggunakan cara tertentu[45].

Secara panjang lebar, Andy Darmawan, dkk. Dalam bukunya Metodologi Ilmu Dakwah:

“Dakwah adalah upaya memenggil kembali hati nurani (fitrah) untuk menghilangkan sifat-sifat buruk (hedonistik, materialistik, vitalistik, taghut, egois, malas, rakus, dengki, iri, pelit, dan sombong) dan menggantinya dengan sifat-sifat yang mulia yang dikehendaki oleh Islam seperti ilahiyyah, humanistik, rasionalistik, tunduk dan patuh kepada Allah SWT, adil, jujur, dermawan, rajin, cinta damai, cinta ilmu, bersih, suka menolong, peka terhadap masalah-masalah sosial, dimana sifat-sifat itu adalah sifat-sifat yang sesuai dengan nurani (fitrah) manusia”[46].

Dakwah Islam sebagai usaha kegiatan orang beriman dalam mewujudkan ajaran Islam dengan menggunakan sistem dan cara tertentu dalam kenyataan hidup perorangan (fardiyyah), keluarga (usrah), kelompok (thâifah), masyarakat (mujtama’) dan Negara (daulah) merupakan kegiatan yang menajdi (instrumental) terbentuknya komunitas dan masyarakat muslim serta peradabannya. Tanpa adanya dakwah maka masyarakat muslim tidak dimungkinkan kebaradaanya. Dengan demikian, dakwah merupakan pergerakan yang berfungsi menstransformasikan Islam sebagai ajaran (doktrin) menjadi kenyataan tata masyarakat dan peradabannya yang mendasarkan pada pandangan dunia Islam merupakan faktor dinamik dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas khaira ummah dan daulah thayyibah[47].

Beberapa pengertian di atas hanyalah sebagian kecil yang mudah-mudahan dapat merepresentasikan tentang definisi dakwah. Meskipun sangat beragam bahasannya, namun penulis dapat menyimpulkan bahwa dakwah adalah sebuah proses atau kegiatan untuk menyeru, mengajak bisa juga diartikan dengan mengingatkan dan menyebarluaskan ajaran Islam kepada seluruh umat manusia demi kesalamatan dan kebahgiaan di dunia dan akhirat. Dakwah dilakukan secara sadar, sistematis, dan terarah oleh pelakunya, baik secara individual maupun kolektif.

Pemahaman-pemahanman definisi dakwah sebagaimana disebutkan di atas, meskipun terdapat perbedaan-perbedaan kalimat, namun sebenarnya tidaklah terdapat perbedaan prinsipil. Dari berbagai perumusan definisi di atas, kiranya bisa disimpulkan sebagai berikut :

a. Dakwah itu merupakan suatu aktivitas atau usaha yang dilakukan dengan sengaja atau sadar.

b. Usaha dakwah tersebut berupa ajakan kepada jalan Allah dengan al-ma’ruf an-nahyi al-munkar.

c. Usaha tersebut dimaksudkan untuk mencapai cita-cita dari dakwah itu sendiri yaitu menuju kebahagiaan manusia di dunia maupun di akhirat.

Dengan demikian, dakwah juga dapat diartikan sebagai proses penyampaian ajaran agama Islam kepada umat manusia. Sebagai suatu proses, dakwah tidak hanya merupakan usaha untuk mengubah way of thinking, way of feeling, dan way of life manusia sebagai sasaran dakwah kearah kualitas kehidupan yang lebih baik.

C. Unsur Dakwah

Dalam suatu aktivitas dakwah yang berupa ajakan, melahirkan suatu proses penyampaian, paling tidak terdapat bebrapa elemen yang harus ada. Elemen-elemen atau unsur-unsur dakwah tersebut adalah:

1. Subjek Dakwah

Subjek dakwah (da’i atau communicator). Subjek dakwah adalah pelaku dakwah. Faktor subjek dakwah sangat menentukan keberhasilan aktivitas dakwah. Maka subjek dakwah dalam hal ini da’i atau lembaga dakwah hendaklah mampu menjadi penggerak dakwah yang professional. Baik gerakan dakwah yang dilakukan oleh individual maupun kolektif, profesionalisme amat dibutuhkan, termasuk profesionalisme lembaga-lembaga dakwah.

Disamping professional, kesiapan subjek dakwah baik penguasaan terhadap materi, maupun terhadap metode, media dan psikologi sangat menentukan gerakan dakwah untuk mencapai keberhasilannya[48].

Tuntunan professional itu memang wajar dan sesuai dengan tuntutan modernitas yang menuntut agar setiap profesi bersifat fokus dan spesial. Namun demikian, tuntunan professionalitas dan spesialisasi juga dapat meninggalkan problema yang cukup serius. Problema itu adalah parsialitas.

Salah satu bagian dakwah adalah Khithabah yang merupakan bagian unsur dakwah, yang sering dilepaskan dari metode dakwah yang lainya, sehingga ia tidak menjadi bagian integral dari gerakan secara utuh.

Khithabah acap menyendiri sebagai teknik berdakwah yang melalui berkonsentrasi pada sosialisasi verbal. Ia lebih sering bersifat disconnected (terlepas dan terkait) dari sentuhan profesi dakwah lainnya. Bahkan, pada beberapa kasus, tak jarang pula khithabah justeru berbenturan dan mementahkan efektifitas gerakan dakwah lainnya.

Mestinya, seluruh profesi dakwah itu merupakan suatu gerakan terpadu yang satu sama lain terikat dan terkait dalam suatu jalinan interdependen. Ketika seorang da’i/mubaligh berceramah menyampaikan sebuah materi ajaran Islam, ia mesti pula memikirkan bagaimana agar materi tersebut bukan saja tidak berseberangan, melainkan juga mendukung gerakan dakwah lainnya. Demikian juga da’i lain yang sedang melakukan suatu aktivitas dakwah dengan metode lain, semestinyalah ia memikirkan keterkaitannya dengan metode dakwah lain yang sedang bergerak pada ruang dan waktu yang sama.

Dengan cara itu, tidak akan terjadi suatu kasus bahwa ceramah seorang mubaligh ternyata menyela atau bahkan merusak gerakan dakwah setempat, karena materi yang ia sampaikan ternyata mementahkan sektor dakwah lainnya. Kasus ini tidak akan terjadi jika khithabah tidak dipersepsi sebagai suatu gerakan dakwah yang terlepas dari profesi dakwah lainnya.[49].

2. Metode Dakwah

Metode dakwah (Kaifiyah Ad-da’wah, Methode). Metode dakwah yaitu cara-cara penyampaian dakwah, baik individu, kelompok, maupun masyarakat luas agar pesan-pesan dakwah tersebut mudah diterima. Penelitian/metode dakwah yang dikategorikan sebagai penelitian sosial dapat dikatakan sebagai kegiatan mencari tahu tentang sesuatu yang dipertanyakan yang tampak pada fenomena dakwah[50]. Kemudian metode dakwah hendaklah menggunakan metode tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisi mad’u sebagai penerima pesan-pesan dakwah. Sudah selayaknya penerapan metode dakwah mendapat perhatian yang serius dari para penyampai dakwah. Berbagai pendekatan dakwah baik dakwah bi al-lisan, dakwah bi al-qalam (dakwah melalui tulisan, media cetak), maupun dakwah bi al-hal (dakwah dengan amal nyata, keteladanan) perlu dimodifikasi sedemikian rupa sesuai dengan tuntunan modernitas. Demikian pula penggunaan metode dakwah dengan Hikmah, Mauidzah Hasanah, dan Mujadalah.

Aplikasi dakwah Islam tidak cukup mempergunakan metode tradisional saja, melainkan perlu diterapkan penggunaan metode yang sesuai dengan situasi dan kondisi zaman di era sekarang[51].

Dakwah Islam sebagai metode untuk mengenalkan ajaran Tuhan, yaitu merupakan agama yang memuliakan akal manusia. Al-Qur’an secara berulang-ulang memerintahkan manusia untuk melakukan observasi, eksperimen dan telaah ilmiah. Umat Islam diseru Tuhan agar berfikir dan merenung (termasuk memahami alam, sejarah dan masyarakat). Tujuannya adalah agar manusia dapat memperoleh pemahaman yang benar tentang sesuatu (baik hakikat alam, sejarah, filsafat kehidupan manusia, bahkan pada hakikat Tuhan)[52].

Oleh karena itu perlu dicari metode ilmiah yang tepat dan relevan, bahwa obyek studi menentukan metode, bukan sebaliknya metode yang menentukan objek. Sehingga agama sebagai fenomena kehidupan yang menyatakan diri dalam sistem sosial budaya, bukan masalah yang sulit untuk menentukan metode yang relevan bagi audien[53].

Prinsip-prinsip dakwah Islam tidaklah mewujudkan kekakuan, akan tetapi menunjukan fleksibilitas yang tinggi. Ajakan dakwah tidak mengharuskan cepatnya keberhasilan dengan satu metode saja, melainkan dapat menggunakan bermacam-macam cara yang sesuai dengan kondisi dan situasi mad’u sebagai objek dakwah dalam menentukan penggunaan metode dakwah amat berpengaruh bagi keberhasilan suatu aktivitas dakwah[54].

3. Media Dakwah

Media dakwah (Washilah Ad-da’wah, Media, Chanel). Media dakwah adalah alat untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah. Penggunaan media dakwah yang tepat akan menghasilkan dakwah yang efektif. Penggunaan media-media dan alat-alat modern bagi pengembang dakwah adalah suatu keharusan untuk mencapai efektifitas dakwah. Media-media yang dapat digunakan dalam aktivitas dakwah antara lain: media tradisional, media cetak, media broadcasting, media film, media audio visual, internet, maupun media elektronik lainnya.

Penggunaan media-media modern sudah selayaknya digunakan dalam aktivitas dakwah, agar dakwah dapat diterima oleh publik secara komprehensif.

4. Materi Dakwah

Materi dakwah (Madah Ad-Da’wah, Message). Materi dakwah adalah isi dari pesan-pesan dakwah Islam. Pesan atau materi dakwah harus disampaikan secara menarik tidak monoton sehingga merangsang objek dakwah untuk mengkaji tema-tema Islam yang pada gilirannya objek dakwah akan mengkaji lebih mendalam mengenai materi agama Islam dan meningkatkan kualitas pengetahuan keIslaman untuk pengalaman keagamaan objek dakwah.

Pesan-pesan dakwah harus dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi mad’u sebagai penerima dakwah. Pesan-pesan dakwah yang disampaikan sesuai dengan kondisi sasaran objek dakwah, akan dapat diterima dengan baik oleh mad’u. oleh karena itu, da’i hendaklah melihat kondisi objek dakwah dalam melakukan aktivitas dakwah agar pesannya tersebut bisa dianggap sesuai dengan karakter dan cara berfikir objek dakwah.

5. Objek Dakwah

Objek dakwah (Mad’u, Communicant, Audience). Objek dakwah yaitu masyarakat sebagai penerima dakwah. Masyarakat baik individu maupun kelompok, sebagai objek dakwah, memiliki strata dan tingkatan yang berbeda. Dalam hal ini seorang da’i dalam aktivitas dakwahnya hendaklah memahami karakter dan siapa yang akan diajak bicara atau siapa yang akan menerima pesan-pesan dakwahnya. Da’i dalam menyampaikan pesan-pesan dakwahnya, perlu mengatahui klasifikasi dan karakter objek dakwah, hal ini penting agar pesan-pesan dakwah bisa diterima dengan baik oleh mad’u.

Dengan mengetahui karakter dan kepribadian mad’u sebagai penerima dakwah, maka dakwah akan lebih terarah karena tidak disampaikan secara serampangan tetapi mengarah kepada profesioanalisme. Maka mad’u sebagai sasaran atau objek dakwah akan dengan mudah menerima pesan-pesan dakwah yang disampaikan oleh subjek dakwah, karena baik materi, metode, maupun media yang digunakan dalam berdakwah agar tetap sesuai dengan kondisi mad’u sebagai objek dakwah[55].

Memperhatikan kondisi obyektif umat dan masyarakat bangsa, pendekatan dakwah perlu diubah dari indoktrinasi menjadi dialog kreatif. Dakwah harus dikembangkan dalam usaha peningkatan ketrampilan kerja sehingga mampu memenuhi tuntutan kehidupan obyektif, dimana secara terprogram dan bertahap akan menuju idealitas kehidupan yang disampaing memenuhi tuntunan normatif Islam juga mampu menjawab tantangan sosiologis masyarakat modern[56].


BAB III

BIOGRAFI AMRULLAH AHMAD

Suatu pemikir tidak pernah lahir dari ruang hampa, ia muncul kepermukaan sebagai refleksi dari setting sosial yang melingkupinya. Sedemikian besar pengaruh kondisi sosial terhadap pemikiran seseorang, sehingga wajar jika dikatakan pendapat atau pemikiran seseorang dan bahkan kebijakan dari suatu otoritas politik merupakan buah dari jamannya. Pernyataan diatas sesuai dengan tesis sosiologinya Ibn Khaldun dalam kitab monumentalnya “mukaddimah”, sebagaimana dikutip oleh M. Aunul Abide Syah, dalam buku “Islam Garda Depan” , mengatakan bahwa “Al-Rajul Ibn Bi’atihi”, (seseorang adalah anak zaman dari lingkungannya).[57]

Berpijak dari teori sosiologisnya ibn khaldun diatas, penulis akan menelusuri latar belakang dan aktifitas kehidupan Amrullah Ahmad, yang meliputi, sejarah kehidupan, jenjang pendidikan, karir akademik, aktifitas keilmuan dan konsern utama pemikirannya.

A. Sejarah Singkat dan Riwayat Pendidikan Amrullah Ahmad

Bagaimanapun, sebuah pemikiran tidaklah lahir dari ruang yang hampa. Penulisan riwayat hidup seseorang, apalagi seorang tokoh yang berpengaruh, haruslah mampu menangkap sistem interaksi. Sistem ini merupakan proses dialektika seorang tokoh dengan kondisi zaman dimana dia hidup. Dan arah pemikiran seorang tokoh akan sangat dipengaruhi oleh proses dialektis antara dia dengan data-data kenyataan-kenyataan empiris yang ada.

Interaksi merupakan sarana hubungan yang fundamental antara hidup dan sejarah. Demi alasan tersebut, maka penulisan riwayat hidup akan dapat menunjukan sifat interaksi antara perbuatan seseorang dengan kenyataan sosial budaya yang mengitarinya, dan mendiskripsikan bagaimana interaksi tersebut terjadi.

Amrullah Ahmad adalah salah satu dari sekian tokoh pemikir yang memiliki nama besar dibidang dakwah di Indonesia. Pemikirannya banyak memberikan warna bagi pergulatan ilmiah, khusunya kajian dakwah di Indonesia. Corak pemikirannya yang memberikan nafas pembaharuan sangat berkaitan dengan sejarah hidupnya.

Pada tanggal 5 Oktober tepatnya pada tahun 1954 beliau dilahirkan di Banjarnegara Jawa bagian Tengah. Ayahnya, KH. Ahmad Mudjamil, Ibunya bernama Syari’ah. Amrullah Ahmad adalah anak pertama dari tujuh bersaudara.

Pemikiran beliau menganai dakwah sejak beliau masuk jenjang pendidikan Sarjana Ilmu Dakwah di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga (lulus dengan predikat sarjana teladan) pada tahun 1979), dengan bekal Sarjana Dakwah beliau juga menimba ilmu di Universitas Gajah Mada Yogjakarta dengan Konsentrasi Studi Sarjana Filsafat (UGM) Jogjakarta, lulus dengan predikat Cumloude, pada tahun 1982. Selang berapa tahun kemudian beliau melanjutkan gelar doktor di Universitas Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, lulus pada tahun 2008.

Amrullah Ahmad adalah aktifis dakwah dan dosen dakwah IAIN Sunan Kalijaga pada tahun (1982-1987), Dosen Fakultas IAIN Syarif Hidayatullah (1993-2000), Dekan Fakultas Studi Islam Universitas Djuanda Bogor (1997-1999), Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam dan pembantu dekan bidang Akademis Fakultas Studi Islam Universitas Djuanda (1995-1997), beliau adalah ketua tim penyusun kurikulum Nasional Fakultas Dakwah IAIN (Depag RI, 1994).[58]

B. Aktivitas dan Karir Amrullah Ahmad

Pada tahun 1969-1970, beliau menjadi ketua umum Pelajar Islam Indonesia (PII) Cabang Banjarnegara 1971-1972 Jawa Tengah. Dan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badan Koordinasi Jawa bagian Tengah 1979-1981. Kemudian Pada tahun 1982-1987, beliau menjadi Dosen Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga. Sembari beliau menjadi dosen dakwah beliau juga masih aktif dalam bidang pendidikan sosial-kemasyarakatan yaitu menjadi ketua dewan pengkajian lingkaran studi dan karya pengembangan pedesaan (LSKKP) Yogyakarta (1984-1985).

Amrullah Ahmad mendalami sistem Dakwah Islam sejak ia masuk kuliah sarjana dakwah di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 1979 dengan melakukan penelitian ilmiah kajian dakwah dengan judul skripsi “Dakwah Islam dan Perubahan Sosial di Indonesia, Studi Terhadap Lima Lembaga Dakwah Tingkat Nasional: NU, Muhammadiyah, Dewan Dakwah Islam Dindonesia, Masjid Salman ITB dan PTDI”. bekal pendidikan selama kuliah disana telah mengajarkannya untuk berfikir kritis, dan sifat peduli pada kegiatan sosial kemasyarakatan. Sikap demikian, merupakan ciri yang paling menonjol dari pendidikan lainnya. Sehingga para mahasiswa terlatih untuk berfikir komparatif dan komprehensif tentang wacana dakwah di daerah sekitar.

Suasana edukatif yang demikian, ditambah lagi minatnya untuk mengembangankan visi dakwah Islam di dalam kehidupan sosial terbukti kemudian melanjutkan studi filasafat di Universitas Gajah Mada Yogyakarta dengan judul skripsi “Nilai-Nilai Keadilan dalam al-Qur’an” dan gelar pasca sarjana doktor di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2008. Karya Disertsinya yang berjudul Sistem Dakwah Islam (Analisa Dakwah Nabi Muhammad Saw). Telah memberikan kecenderungannya untuk mengkaji dakwah Islam lebih dalam, lewat filosofi analisa dakwah Nabi Mauhammad Saw.[59]

Pengembangan wacana beliau dalam organisasi masih terus bergulir ketika menjadi Ketua Majelis Syura Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebuah badan permusyawaratan organisasi HMI pada tingkat pusat (1986-1988). Ketua Umum PP Syarikat Islam (1999-2004-2009), Ketua Umum Harakah Dakwah Islam Indonesia (HADII) sejak 2007-sekarang, dan Pimpinan Proyek Penyusunan Peta Dakwah Nasional Majelis Ulama Indonesia (sejak 2004) dan Sekertaris MUI Pusat Jakarta 2005-2010. Wakil Ketua Komite Penanggulangan Pemurtadan MUI, anggota Dewan Pengawas Syari’ah The Royal Bank of Scotland Islamic Banking, banyak menulis makalah dan desain kegiatan mengenai dakwah dan pengembangan masyarakat[60].

C. Karya Ilmiah Amrullah Ahmad

Sebagai seorang doktor, Amrullah Ahmad telah banyak melahirkan karya-karya ilmiah yang tersebar diberbagai media maupun dalam bentuk buku-buku, dan banyak dijadikan referesi dalam kajian dakwah. Diantara yang sudah berbentuk buku dan karya ilmiah lainnya.

Dalam hal ini penulis tidak mendapatkan data yang lengkap sehingga penulis hanya dapat menyebutkan karya-karya Amrullah Ahmad sebagai berikut:

1. Amrullah Ahmad, (Ed), Dakwah Islam dan Perubahan Sosial (Seminar dan Diskusi), (Yogyakarta: PLP2M), 1983.

2. Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Gema Insani Press), 1996.

3. Amrullah Ahmad, Makalah, Konstruksi Keilmuan Dakwah dan Pengembangan Jurusan-Konsentrasi Studi, Unit Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, (Semarang 19-20 Desember), 2008.

4. Amrullah Ahmad, Dakwh Islam sebagai Ilmu Sebuah Kajian Epistimologi dan Struktur Keilmuan Dakwah, “Makalah tidak dipublikasikan” 1993.

5. Amrullah Ahmad, Sistem Dakwah Islam “Analisa Terhadap Dakwah Nabi Muhammad Saw, Desertasi tidak dipublikasikan, Jakarta: 2008.

6. Menulis buku “Fiqih Harakah Syarikat Islam”, sebuah buku yang disahkan oleh majelis tahkim Syarikat Islam / kongres Nasional Syarikat Islam ke-38 pada 26-28 Maret 2004, sebagai buku pedoman pengembangan tauhid, idiologi dan harakah Syarikat Islam dalam bidang pendidikan, ekonomi dan Syiasyah Islamiyah sebagai rujukan wajib sekolah dan Perguruan Tinggi Syarikat Islam dan pengkaderan Syarikat Islam, 2001.

7. Amrullah Ahmad, ketua tim penyusun buku, Prospek Hukum Islam dalam Rangka Pembinaan Hukum Nasional di Indonesia: sebuah Kenagan 65 tahun Prof. H. Bustanul Arifin, SH, PP IKHA, 1994.

8. Menulis buku, “Teori dan Metodologi Pengembangan Masyarakat KIP/MHT, Jakarta, 1993.

9. Menulis buku, Metodologi Perencanaan Partisipatip Program Kebaikan Kampung, KIP/MHT Jakarta, 1993.

10. Menuli Buku, Kerangka dasar Masalah Paradigma Pendidikan Islam dan Kerangka Maslah Perguruan Tinggi Islam: sebuah ikhtiar mencari pola alternative, kasus IAIN” dalam Muslih Usa, (ed) pendidikan Islam di Indonesia, Tiara Wacana, 1991.

11. Amrullah Ahmad, Metodologi Seminar Dakwah Islam, MASTIDA Yogyakarta, 1987.

12. Amrullah Ahmad, Co.Ed., Perspektif Islam Dalam Pembangunan Bangsa, PL2PM, Yogyakarta, 1985.

13. Amrullah Ahmad, Co.Ed., Pendidikan Muhammadiyah dan Perubahan Sosial, PL2PM, Yogyakarta, 1985.

14. Amrullah Ahmad, Co.Ed., Islamisasi Ekonomi Sketsa dan Prospek Gerakan Perekonomian Islam, PL2PM, Yogyakarta, 1985.

15. Amrullah Ahmad, bersama Lukman Hakim, Ed., Perspektif Ketegangan Kreatif dalam Islam, PL2PM, Yogyakarta, 1985.

16. Makalah, “Mencari Format Strategi Dakwah Islam yang Antisipasif Terhadap Gerakan Neo-Liberalisme di Indonesia, (Yayasan Pesantren Budi Mulia Jogjakarta, pimpinan Prof. Dr. M. Amin Rais) makalah disampaikan utnuk pelatihan tokoh gerakan dakwah kampus Perguruan Tinggi se-Indonesia, makalah disampaikan pada Iktikaf Ramadhan sebanyak lima kali dalam bulan Ramadhan, 2009.

17. Menulis makalah, “Sistem Dakwah Islam” disampaikan dalam diskusi dosen-dosen dakwah IAIN Raden Intan Bandar Lampung pada 19 Desember 1996.

18. Menulis makalah, “Kerangka Epitimologi Sistem pendidikan Fakultas Dakwah-Jurusan, Metode dan Kurikulum”, disampaikan pada bertemuan antar para pakar ilmu dakwah dan para dekan fakultas dakwah IAIN se-Indonesia, di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 17 Mei 1994. Makalah ini kemudia diterima sebagai sistem pendidikan Fakultas Dakwah Nasional dan menjadi kerangka epistimologi metodologis kurikulum Nasional Fakultas Dakwah 1994.

19. Menulis “Gerakan Kristenisasi dalam Perspektif al-Qur’an dan Sunnah” disampaikan pada seminar dan lokakarya Nasional Antisipasi Gerakan Kristenisasi di Indonesia, MUI Pusat, 2009.

20. Menulis makalah “Gerakan Perang Pamikiran (al-Ghozw al-Fikri) Tentang Global Umat Islam” disampaikan pada acara dialog pimpinan syarikat Islam Jawa Tengah di Banjarnegara 28 Agustus 2005.

21. Menulis Makalah “Politik Islam dalam Perspektif Epistimologi Islam” Kajian Fiqh Siyasah KAMMI Yogyakarta, 29 Agustus 2005.

22. Menulis makalah “Tentang Kapitalisme Global dalam Perspektif Gerakan Islam”, disampaikan pada kuliah perdana Sekolah Tinggi Islam dan Ekonomi, Bekasi, 3 September 2005.

23. Menulis makalah “Berkaca dengan al-Qur’an Parameter Kebangkitan dan Kemunduran Gerakan Islam di Dunia Muslim”, disampaikan pada pelantikan Dewan Pimpinan Pusat Syarikat Islam Periode 2004-2009.

24. Menulis makalah “Dakwah Islam Menghadapi Tantangan Kalitalisme Global dalam Abad ke 21”, disampaikan pada Kongres Umat Islam ke IV, Majelis Ulama Indonesia pada 29 Juli 2005.

25. Menulis makalah “Usul Penyempurnaan Wawasan MUI” sebagai materi Musyawarah Nasional MUI ke VII pada 27-29 Juli 2005.

26. Menulis makalah “Usul Penyempurnaan Pedoman Dasar dan Pedoman Rumahtangga MUI”, sebagai bahan materi Musyawarah Nasional MUI ke VII pada 27-29 Juli 2005.

27. Menulis makalah “Rancangan Rekomendasi dan Tausyiyah Nasional Munas MUI ke VII” sebagai bahan materi Musyawarah Nasional MUI ke VII pada 27-29 Juli 2005.

28. Menyusun “Kerangka Acuan Musyawarah Nasional MUI ke VII pada 27-29 Juli 2005.

29. Menulis Makalah “Visi dan Misi Syarikat Islam dalam Kehidupan Bermayarakat, Berbangsa dan Bernegara”, disampaikan pada Musyawarah Nasional Pendidikan dan Ekonomi Syarikat Islam di Yogyakarta 25 Agustus 2005.

30. Menulis makalah “Fiqih Harakah Islamiyah Sebuah Kerangka Sistem Pembangunan Kembali Syarikat Islam”, disampaikan pada pelatihan Dasar Kepemimpinan Angkatan Muda Syarikat Islam (AMSI) Daerah Istimewa Yogyakarta, tanggal 4-6 Mei 2001.

31. Menulis makalah “Membangun Kembali Bangsa dan Negara dengan Jalan Iman dan Taqwa kepada Allah SWT”, disampaikan pada Iftitah Pembukaan Musyawarah Wilayah Luar Biasa Syarikat Islam Wilayah Samarinda Kalimantan Timur tanggal 5 April 2001.

32. Menulis makalah “Mukadimah Anggaran Dasar, Visi dan Misi Badan Rekonsiliasi Nasional (BRN)”, disampaikan pada Rapat Pembentukan Badan Kurikulum Nasional, tanggal 10 Maret 2001.

33. Menulis makalah “Sistem Dakwah Muhammadiyah, Sebuah Kajian Terhadap Sistem Dakwah Jama’ah”, disampaikan pada lokakarya agenda penelitian tentang Muhammadiyah, Majelis Pendidikan Tinggi, Penelitian dan pengembangan PP Muhammadiyah, Solo: tanggal 24 Februari 2001.

34. Menulis naskah Pokok-pokok Pikiran Majelis Ulama Indonesia tentang Amandemen UUD 1945, sebuah naskah yang ditulis atas penugasan rapat pimpinan MUI Pusat sebagai bahan untuk dengar pendapat dengan PAH I MPRRI pada 29 Februari 2000.

35. Menulis makalah “Tujuan dan Sandaran Pergerakan Syarikat Islam Perspektif al-Qur’an dan Sunnah dalam Negara Nasional”, disampaikan pada Silaturahmi Nasional Ulama dan Cendekiawan Syarikat Islam ke I di Pamekasan Madura 19 September 1999.

36. Menulis makalah “Bimbingan dan Penyuluhan Islam dalam Perspektif Psiko-terapi Islam”, disampaikan dalam seminar penyuluhan Islam yang diselenggarakan IAIN Walisaongo Semarang, 8 Februari 1999.

37. Menulis makalah “Pandangan Dunia Tauhid dalam Masyarakat Madani yang berkualitas Khaera Ummah”, disampaikan pada Forum Pengkajian Islam karyawan PT PLN Kantor Pusat Jakarta, Ramadhan 1419 H di Cisarua Bogor.

38. Menulis artikel “Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Muhammad Iqbal sebagai Filosof, Ideologi dan politisi Muslim”, dimuat dalam majalah Kalam Jurnal Studi-studi Islam dan Kemasyarakatan No. 2 Voll II, 1997.

39. Menulis makalah “Metode Praktikum Mata Kuliah Kepemimpinan Dakwah”, disampaikan pada diskusi Dosen Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang pada tanggal 15 Mei 1997.

40. Menulis artikel “Pembaharuan Pemikiran Islam Transformatif Hasan Hanafi”, dimuat dalam majalah Kalam Jurnal Studi-studi Islam dan Kemasyarakatan No. 2 Voll I, Mei 1997.

41. Menulis makalah “Teknik Pengembangan Komunitas Muslim”, disampaikan pada Diskusi Dosen Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang pada tanggal 10 April 1997.

42. Menulis makalah “Model Dakwah dalam Masyarakat Kota”, disampaikan pada Diskusi Dosen Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang pada tanggal 10 April 1997.

43. Menulis makalah “Sejarah Teori Dakwah Sebagai Ilmu”, disampaikan pada Diskusi Dosen Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang pada tanggal 7 Februari 1997.

44. Menulis makalah “Sejarah Pers Dakwah”, disampaikan pada Diskusi Dosen Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang pada tanggal 15 Januari 1997.

45. Menulis makalah “Aksiologi Dakwah sebuah Kajian Dakwah dengan Pendekatan Filsafat Islam”, disampaikan pada diskusi Dosen Fakultas Dakwah Walisongo Semarang pada tanggal 28 Desember 1996.

46. Menulis makalah “Sistem Metode dan Teknik Dakwah”, disampakan pada diskusi Dosen Fakultas Dakwah Walisongo Semarang pada tanggal 21 November 1996.

47. Menulis makalah “Keadilan dalam Pemerintahan Islam Masa Nabi Saw. Dan Khulafaur Rasyidin”, disampakan pada diskusi Dosen Fakultas Dakwah Walisongo Semarang pada tanggal 23 Oktober 1996.

48. Menulis makalah “Nabi Muhammad Saw sebagai Pemimpin Gerakan Dakwah di Makkah”, disampakan pada diskusi Dosen Fakultas Dakwah Walisongo Semarang pada tanggal 17 September 1996.

49. Menulis makalah “Ontologi Dakwah Sebuah Kajian Filsafat Dakwah”, disampakan pada diskusi Dosen Fakultas Dakwah Walisongo Semarang pada tanggal 6 Agustus 1996.

50. Menulis makalah “Laboratorium Dakwah dalam Perspektif Kurikulum Fakultas Dakwah 1995”, disampakan pada diskusi Dosen Fakultas Dakwah Walisongo Semarang pada tanggal 15 Juli 1996.

51. Menulis makalah “Dakwah Sebagai Ilmu Sebuah Kajian Epistimologi Islam dan Struktur Keilmuan Dakwah”, disampaikan pada pertemuan Pakar Ilmu Dakwah dan Dekan Fakultas IAIN se-Indonesia, Medan 18-20 Juni 1996.

52. Menulis makalah “Pola Ilmiah dan Relevansinya dengan Orientasi Perkuliahan dan Kegiatan Pengembangan Fakultas Studi Islam”, disampaikan dalam diskusi Dosen Fakultas Studi Islam Universitas Djuanda Bogor, 20 April 1996.

53. Menulis makalah “Parameter Epistemologi Islam”, disampaikan dalam seminar Epistemologi Islam di IAIN Raden Intan, Lampung 30 Desember 1995.

54. Menulis makalah “Dakwah sebagai Ilmu Lintas Disiplin”, disampaikan pada Simposium Ilmu Dakwah Fakultas Dakwah IAIN Sunan Kalijaga 1995.

55. Menulis Sistem Manajemen Laboratorium Dakwah, Buku Panduan Pelatuhan Laboratorium Dakwah Dosen-Dosen Fakultas Dakwah IAIN Alaudin Ujung Pandang dengan 17 Subjek kajian yang disampaikan pada 18-22 September 1995.

56. Menulis makalah “Materi dan Metode penyajian disiplin Dakwah Islam dalam Kurikulum IAIN 1995”, disampaikan dalam orientasi kurikulum nasional dan topik intinya DIPERTA DEPAG RI, 18 Mei 1995.[61]

Karya-karya Amrullah Ahmad tersebut pada umumnya ditujukan pada dua kelompok sasaran. Pertama, kelompok dai yang sedang melakukan penyiaran Islam. Kedua, kelompok mad’u atau audien yang sedang aktif dalam mencari pentunjuk.

Sebagai seorang aktifis dakwah beliau juga sebagai da’i. Aktifitas dalam mendalami bidang dakwah dimulai sejak tahun 1979, setelah selaesai meyelesaikan studi sarjana ilmu dakwah di IAIN Sunan Kalijaga Jogjakarta dan sarjana filsafat di Universitas Gajah Mada (UGM) Jogjakarta. Berbagai karya sudah banyak dituliskannya dalam buku dan makalah, yang banyak dijadikan rujukan bagi aktifis dakwah dalam mengambangkan dakwah Islam di Indonesia pada khususnya.

Dalam melanjutkan pendalaman tentang dakwah beliaupun akhirnya masuk pasca sarjana IAIN Sarif Hidayatullah Jakarta, yang sekarang berubah menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2000. beliau menyelesaiakan gelar doctor pada tahun 2008. Sampai sekarang beliau masih aktif dalam bidang dakwah dan sosial kemasyarakatan. Dan menjabat sebagai sekertaris MUI Pusat Jakarta.

Motif beliau yang sejak tahun 1979 adalah aktifis jogjakarta sekarang menjadi aktifis Jakarta, adalah melihat bahwa Jakarta ini pusat dari segala kema’rufan dan kemunkaran dan mungkin kalau dari sisi kemunkaran barangkali lebih besar di Jakarta. Sehingga di dalam memahami masalah masalah dakwah di Jakarta ini lebih tajam karena batas antara ma’ruf dan kemunkaran ini begitu nyata di Jakarta, karena dakwah pada hakekatnya adalah mengupayakan supaya ajaran Islam atau sistem Islam ini bisa terwujud dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan keluarga.

Karena itu dimensi dari dakwah yang begitu luas ini akan nampak pandangannya dan juga akan nampak jawabannya, ketika kita hidup di dalam masyarakat yang berpolitan, yang secara politik menjadi pusat kegitan politik dan secara bisnis menjadi pusat kegiatan bisnis dan dari secara dakwah menjadi pusat kegiatan dakwah amar ma’ruf nahyi munkar dalam rangka menjunjung masyarakat Islam secara bersama-sama mewujudkan Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Karena tujuan dakwah adalah memang mewujudkan Islam dalam kehidupan pribadi saksiah, keluarga usrah kelompok, toifah jama’ah masarakat /ijtima Negara atau daulah sehingga terwujudkan suatu tatanan didepan yang sepenuhnya yang berdasarkan sariah, itulah dakwah!, apabila dakwah jika tujuannya tidak kesana berarti kita tidak bisa menyusun target lingkungan dan itulah yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw sejak dari Mekah sampai di Madinah yaitu membangun pribadi yang mulia keluarga yang sakinah dan masarakat yang mempunyai itongah terhadap pemimpin dan sanggup membangun sebuah bangsa dan Negara dimana Rasulullah Saw yang sesungguhnya adalah da’i agung, sebagai kepala Negara dan segaligus sebagai Nabi.[62]

Karya-karya beliau juga berdasarkan pada perubahan sosial yang dimana menentukan arah konsep dalam berdakwah dan sebagai ilmu, yang mana untuk bisa mengetahui secara objektif kebutuhan antara dakwah dan realitas sosial, realitas masyarakat realitas ekonomi, realitas lingkungan kita harus menemukan suatu pendekatan terlebih dahulu dakwah itu posisinya dimana lebih jelas berbagai macam lingkungannya ternyata dari kacamata dakwah hanya ada dua, pertama pandangan kita satu dakwah mampu mampu mengarahkan perubahan sosial, mampu mengarahkan masyarakat, mampu mngarahkan ekonomi dan politik atau yang kedua nasib dakwah dipengaruhi dan diarahkan oleh masyarakat kehidupan politik ekonomi, kehidupan-kehidupan lain.

Secara idiologi misi dakwah adalah untuk mengubah dan mengarahkan masyarakat. Oleh karena itu, sebelum kita membangun dakwah sebagai ilmu.. Berangkat dari awal penelitian kita perlu ada satu konstruk keilmuan dakwah dalam kaitan dakwah sebagai ilmu, ataupun dalam kaitnnya dengan pengembangan jurusan atau studi atau program di dalam lingkungan perguruan tinggi. Sebab kalau dakwah sebagai ilmu tidak terkonstruk dengan jelas maka akibatnya dakwah tidak memiliki tool analisis (alat analisa) yaitu untuk memaknai perubahan-perubahan sosial, perubahan-perubahan dakwah di dalam kehidupan yang nyata di masyaratak. Pengembangan dakwah sebagai ilmu ini pertama-tama kita mengggunakan teori pendekatan sistem dan kemudian meggunakan pendekatan epistimologi sistem. Sebab tanpa pendekatan epistimologi maupun sistem, kita akan mengalami kesulitan mengenai batas-batas ilmu dakwah dan mana ilmu lain atau lebih sepesifik lagi mana batas dakwah mana batas kehidupan politik ekonomi. Oleh karena itu perlu ada pendekatan epistimologi dan pendekatan sistem untuk pengembangan dakwah. Dari sanalah maka diharapkan kedepan kita banyak melakukan penelitian-penelitian yang terkait dakwah sebagai ilmu bermula dari dakwah sebagai aktifitas. Kalau dakwah sebagai aktifitas sudah kita pahami lalu untuk bisa mengembangkan keilmuannya. Maka dengan demikian, kita harus punya format dakwah sebagai ilmu.[63]


D. Kondisi Sosial Politik Penulisan Karya Amrullah Ahmad

Pada tahun 1983 kondisi sosial politk itu totaliter, tahun 1983 buku “Dakwah dan Perubahan Sosial” dimana rezim Soeharto begitu menekan kehidupan dakwah di Indonesia. Dakwah, gerakan dakwah yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah mereka akan diamati, diawasi bahkan mungkin kalau Soeharto bisa mengkritisi dituduh sebagai anti pancasila.

Padahal yang dilakukan hanya menerapkan amar ma’ruf nahyi munkar, ingin ikut meluruskan keadaan masyarakat yang sudah menyimpang jauh dari kesepakatan-kesepakatan dasar sebagai bangsa dan sebagai warga Negara, yaitu situasi ketika buku Dakwah Islam dan Perubahan Sosial muncul tahun 1983 itu. Karena itu merupakan suatu hasil pertemuan tokoh para ulama dan tokoh dakwah Nasional, yang kami desain sedemikian rupa dan mereka memberikan kontribusi dan pemikiran yang sangat jelas terhadap Dakwah Islam dan Perubahan Sosial tadi? Itu kita potret sedemikian rupa pada saat kekuatan Soeharto masih sangat kokoh pada waktu itu. Dan Gerakan dakwah diawasi oleh intelejent dimana-mana sampai ke kampus di masyarakat di masjid dan lain-lain.

Kemudian, Keilmuan Dakwah ini dalam kondisi karena dakwah sepertinya tidak berdaya, karena mendapat tekanan kuat dari militer atau oleh karena itu kami berkeyakinan keluar dari desain keilmuan, supaya dakwah mampu mengantisipasi perubahan sosial yang tak terduga. Dan kita punya strategi kedepan jangka panjang supaya bisa mengantisipasi perubahan, kerena selama ini dakwah selalu menjadi korban sebuah sekenario tidak pernah kita punya sekenario, baik kedepan masyarakat akan kita ubah. Yang terjadi adalah bagaimana dakwah antara lain yang akan diubah oleh satu sistem yang sudah berjalan. Oleh karena itu perlu penguatan keilmuan dakwah sehingga kita kaya akan metodologi, kaya akan teori dan juga kaya akan tool analisis alat analisa di dalam memahami pengembangan dakwah.[64]


BAB IV

SISTEM DAKWAH ISLAM MENURUT AMRULLAH AHMAD

Untuk menganalisa keadaan dakwah Islam yang permasalahannya sudah semakin kompleks di tengah-tengah perubahan sosial, diperlukan suatu kerangka analisa makro untuk menjembatani kesenjangan antara pemikiran dengan realitas dakwah. Pendekatan ini berangkat dari anggapan dasar bahwa dakwah Islam merupakan suatu sistem usaha merealisasikan ajaran Islam pada semua dataran kenyataan hidup manusia. Dalam pendekatan ini digunakan teori umum sistem yang bersifat analitis, yaitu mengadakan konstruksi intelektual yang tersusun dari aspek-aspek relitas dakwah Islam. Pada umumnya sistem terdiri dari lima komponen dasar yaitu input (masukan), convertion (proses pengubahan), out put (keluaran), feed back (umpan balik) dan environment (lingkungan)[65]. Kemudian akan diuraikan di bawah ini.

A. Pengertian Sistem Dakwah Islam Menurut Amrullah Ahmad

Dakwah Islam adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang saling berhubungan, bergantung dan berinteraksi dalam mencapai tujuan dakwah.

Istilah dakwah” berasal dari kata arab da’wah, merupakan bentuk masdar dari kata kerja da’â (madly), yad’û (mudlari). Berarti seruan, ajakan atau panggilan.

Sedang pencantuman “Islam” setelah kata “dakwah” dimaksudkan untuk mempertegas kata dan kandungan misi dakwah.[66] Karena di dalam al-Qur’an ada dakwah ilannar dan dakwah ilaljannah. Untuk membedakan makna dakwah secara umum, maka ditambah menjadi dakwah “Islam”[67], dan mempertegas kata dan kandungan misi “dakwah”.[68]

Dalam pengertian etimologi, dakwah merupakan istilah yang ‘am (general) meliputi dakwah mengajak ke jalan ke neraka (kebathilan dan kedhaliman) dan mengajak ke sorga (Kebenaran dan Keadilan) sebagaimana terungkap dalam al-Qur'an. Dalam kerangka etimologi, maka dakwah Islam menjadi bermakna "khash (parsial)". Akan tetapi berdasarkan hakikat fitri manusia adalah mengenal dan mengakui Allah sebagai satu-satunya Illah (Tuhan). Hakikat fungsi manusia adalah khalifatullah fil ardhi dan hakikat tujuan hidup adalah beribadah kepada-Nya dan untuk memperoleh ridha-Nya atas semua kegiatan (amal) selama di dunia. Maka dakwah Islam secara terminologi memiliki makna universal (‘am) yang menunjuk setiap kegiatan yang mengajak manusia untuk kembali kepada fitri. Universalitas dakwah Islam ini juga didukung konsep Islam bahwa penciptaan alam oleh Allah adalah untuk kebutuhan mewujudkan nilai-nilai Kebenaran, Kebaikan dan Keadilan sejalan dengan maksud diciptakannya manusia sebagai khalifah-Nya.

Secara istilah (terminologi) pengertian dakwah adalah "kegiatan seorang atau sekelompok orang mukmin dalam mengajak ummat manusia supaya masuk ke dalam jalan Allah (sistem Islam) secara menyeluruh (kaffah) baik dengan lisan dan tulisan maupun dengan perbuatan sebagai ikhtiar muslim mewujudkan ajaran Islam menjadi kenyataan dalam kehidupan syakhsiyah, usrah, jama'ah dan ummat dalam semua segi kehidupan secara berjama'ah (terorganisir) sehingga terwujud masyarakat yang berkualitas khairul ummah" dan baldah thayyibah warabbun ghafuur untuk mencapai kehidupan Muslim dan Dunia Muslim yang sejati berdasarkan Al Qur’an dan As Sunnah”.[69]

Dari pengertian dakwah tersebut, maka dakwah dilaksanakan secara berjama'ah (terorganisir) diindikasikan oleh al-Qur'an dan Sunnah sebagai syarat tegaknya ikhtiar realisasi Islam, amar ma'ruf dan nahi munkar. Karena itu aspek organisasional dan manajerial merupakan bagian tak terpisahkan dengan hakikat dakwah Islam. Tujuan akhir dakwah Islam adalah terwujudnya khairul ummah yang basis-nya didukung oleh muslim yang berkualitas khairul bariyyah yang oleh Allah dijanjikan akan memperoleh ridla Allah[70].

Dakwah Islam adalah suatu sistem yang terdiri dari beberapa subsistem yang saling berhubungan, bergantung dan berinteraksi dalam mencapai tujuan dakwah. Subsistem yang dimaksud meliputi: masukan (input), proses (konversi), keluaran (output), dan balikan (feedback). Masukan terdiri dari masukan utama (raw input), masukan sarana (instrumental input) dan masukan lingkungan (environmental input).

Masukan utama terdiri dari materi dakwah (al-Qur'an, as-Sunnah dan hasil ijtihad) dan manusia baik sebagai da'i maupun sebagai mad'u (masyarakat). Masukan sarana terdiri dari metode, peta (informasi), dana dan fasilitas dakwah. Masukan lingkungan terdiri dari berbagai masalah masyarakat (mad'u) yang terdiri dari masalah yang telah terstruktur yang perlu dibenahi dengan jalan dakwah maupun masalah baru berupa sikap mad'u terhadap dakwah Islam baik dalam bentuk masalah dan tekanan kultural maupun struktural. Subsistem proses (konversi) terdiri dari kepastian tujuan dan sasaran dakwah yang hendak dicapai yang dilaksanakan dengan qiyadah, tabligh, ta'dib, hijrah, amar ma'ruf nahyi munkar dan jihad (qital).

Bentuk-bentuk aktivitas proses (konversi) ini berjalan secara simultan dan bertahap yang kesemuanya terikat pada tujuan dan sasaran yang hendak dicapai. Subsistem keluaran (output) adalah hasil proses (konversi) dakwah berupa realitas Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, jama'ah, masyarakat dan negara. Subsistem balikan (feedback) terdiri dari informasi yang menjadi masukan baru (berupa peta masalah dan hasil-hasil), sikap mad'u terhadap dakwah yang mencakup dukungan, hambatan dan sikap netral terhadap dakwah. Sedangkan lingkungan (environment) adalah mad'u dengan segala kondisinya yang hendak dipengaruhi dan diubah dengan jalan dakwah maupun berupa pengaruh dan tekanan mad'u terhadap dakwah baik secara kultural maupun struktural. Oleh karena itu, apabila ada subsistem dalam sistem dakwah yang menghadapi dan mengalami permasalahan tidak bisa diselesaian hanya secara parsial, tetapi mengharuskan peninjauan dan solusi secara komprehensip dengan berorientasi pada tujuan dan dipandu Al Qur'an dan as-Sunnah serta ilmu pengetahuan (hasil-hasil ijtihad).[71]

Sesuai dengan tujuannya, dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk mempengaruhi cara merasa, berfikir, bersikap dan bertindak manusia pada dataran kenyataan individual dan sosio-kultural dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan dengan menggunakan cara tertentu[72].

Dakwah merupakan suatu sistem yang antar suatu bagian yang lain saling berhubungan saling interdependensi, dalam rangka mencapai tujuan dakwah, tujuan tertentu, artinya ada komponen-komponen yang wajib ada di dalam dakwah sehingga dakwah itu bisa menjadi tujuan.

Di dalam komponen-komponen dakwah menurut Amrullah Ahmad itu melihat hubungan yang awal yaitu, masukan. Menurut beliau (sistem bicara masukan), kemudian yang kedua yang disebut dengan konversi (perubahan) yang ketiga pengeluaran (out put dari sistem itu apa?). Sebab kalau tidak dengan cara seperti ini kita kita tidak bisa mengukur kualitas input atau masukannya kualitas prosesnya. Kualitas out putnya kita selalu berfikir abstrak tentang dakwah Islam ini, oleh karena itu di dalam penulisan Beliau, tulisan-tulisan dakwah disana Beliau menjelaskan secara detail bahwa di dalam masukan terdiri dari masukan utama, masukan instrument dan masukan lingkungan, itu masalah-masalah yang muncul dari lingkungan dimana dakwah diselenggarakan dan masukan-masukan ini diproses sedemikian rupa di dalam konversi di dalam konversi kuncinya adalah kemungkinan. Karena bukti kemungkinan ini adalah dimana mengubah input menjadi out put.

Hal diubah pada proses konversi di antaranya yang Pertama, tabligh (penyiaran Islam); kedua, ta’dib (bimbingan) yakni membimbing perorangan, keluarga, dan masyarakat. Ketiga, adalah kiadah (kepemimpinan), keempat usrah kelima amar ma’ruf nahyi munkar, dan keenam jihad fisabilillah.[73]

B. Landasan Dalam Membangun Sistem Dakwah

Menurut Amrullah Ahmad Landasan dalam membangun sistem dakwah itu ditentukan oleh tujuan. Kalau rumusan tujuan dakwah tidak pernah jelas maka tidak bisa dibangun sistem apapun, karena tidak ada tujuan jelas. Ini kan jelas tujuan dakwah. Yaitu Mewujudkan keluarga, pribadi muslim, jama’ah muslim dan Negara yang berdasarkan sariat Islam. Nama negaranya terserah, yang penting sariat Islam sebagai rujukan dasar di dalam kehidupan bernegara itu. Kalau itu belum tercapai itulah dakwah, itulah perjuangan untuk mencapai dakwah yang tadinya sepuluh persen menjadi dua puluh persen, dan sampai akhirnya seratus persen.

Hal itulah yang menjadi landasan dalam mewujudkan Islam dalam berbagai tatanan. Dari tujuan dakwah itu, maka tujuan dakwah itu menjadi way of life pribadi, way of life keluarga, way of life masyrakat, way of life Negara. Kemudian menjadi pedoman hidup bukan sekedar ecek-ecek.[74]

Pada sisi lain, dakwah sebagai aktivitas transformasi Islam kedalam realitas masyarakat, dewasa ini secara internal mengalami penurunan kualitas yang disebabkan hal-hal sebagai berikut : Pertama, bergesernya dakwah Islam dari fondasi dakwah yang telah dibangun oleh Nabi Muhammad Saw. Sudah menjadi kepastian apabila aktivitas dakwah bergeser dari asas dan fondasi itu, maka perjuangan dakwah menjadi lumpuh dan tidak lurus lagi, tidak akan membuahkan hasil sebagaimana yang dikehendaki sekalipun seluruh tenaga, waktu dan upaya telah habis tercurah. Hal ini terbukti telah menimpa kebanyakan aktivitas dakwah masa kini yang telah berdiri tidak diatas asas yang telah ditetapkan Allah SWT. Asas-asas dimana seharusnya dakwah ditegakkan sebagaimana telah ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan as-Sunnah. Perjalanan dakwah Rasulullah Saw merupakan qudwah sekaligus merupakan manhaj yang diikuti ummat Islam. Menurut Said Ibnu Ali Al-Qahthani barang siapa yang mengikuti sejarah Nabi Saw ia akan mendapatkan kepastian tentang pelaksanaan segala urusan dengan hikmah hususnya dalam berdakwah kepada Allah SWT. Kedua, menurunnya ghirah dakwah Islam sebagaimana dinyatakan oleh Muhammad Ghazali, bahwa pada masa kita sekarang telah terjadi penurunan semangat dan demoralisasi dalam dakwah. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan umat Islam kehilangan pamor dan keagungannya. Kekalahan umat Islam dewasa ini sesungguhnya identik dengan kekalahan dakwah itu sendiri. Ketiga, menurut Shaqr, karena hilangnya kekuasaan dunia, hilangnya semangat dan ketulusan dalam berdakwah dan keterbatasan wawasan dan metodologi yang dimiliki oleh para da’i. Keempat, sebagaimana diungkap oleh Amahzun karena gerakan dakwah Islam meninggalkan manhaj Islam yang sangat komprehensip untuk melakukan suatu perubahan dan mayoritas gerakan (dakwah) Islam tidak memiliki acuan program pembinaan yang terstruktur dan pemikiran ilmiah yang akurat untuk menghadapi tabiat perjuangan (dakwah) yang tengah dijalani.

Kelima, ketidaksesuaian pelaksanaan dakwah Islam saat ini dengan model dakwah Nabi Muhammad Saw lebih banyak disebabkan karena faktor kesalahan teoritis dan praktis sebagaimana dinyatakan Islahi. Kesalahan teoritis dan praktik dakwah ini terkait dengan langkanya teori-teori dakwah yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik untuk memberi arah kegiatan dakwah di masyarakat.

Disamping faktor-faktor internal tersebut, dakwah Islam dewasa ini menghadapi tantangan eksternal yang serius dari gerakan faham materialisme, liberalisme, sekularisme dan kapitalisme global serta gerakan lain, sosialisme-komunisme. Pemikiran dan ideologi gerakan ini telah masuk kedalam wilayah kehidupan ummat Islam dalam kehidupan pribadi (fardi), keluarga (usrah), kelompok (thâifah), masyarakat (mujtama') dan negara (daulah). Budaya eksternal kehidupan ummat Islam ini telah memberikan andil yang cukup besar dalam kedangkalan akidah, keengganan penerapan syari'ah dalam semua segi kehidupan dan merosotnya akhlak sebagian besar ummat Islam; serta melemahnya harakah dakwah Islam. Pada sisi lain sistem jahiliah modern semakin menguat membangun peradaban yang dekaden disertai secara terus menerus melakukan ghozw al-fikr dikalangan ummat Islam. Abdul Khalik menjelaskan tekanan eksternal terhadap dakwah Islam sangat kuat dan sistematis. Tujuan gerakan ini agar kehidupan ummat Islam menjadi sesuai dengan filsafat, ideologi dan sistem budaya, kemasyarakatan, kenegaraan dan peradaban mereka. Islam menjadi asing kembali bagi masyarakat Islam. Kondisi yang demikian digambarkan oleh Musthafa Masyhur, bahwa substansi masalah yang dihadapi dakwah masa kini dan masa Nabi Muhammad Saw adalah sama. Pada masa awal dakwah Nabi Muhammad Saw, Islam adalah asing bagi masyarakat Arab dan sistem jahiliah bergerak secara leluasa. Pada saat itu musuh-musuh dakwah dipimpin kalangan musyrikin di jazirah Arab, para penyembah api di negara Parsi (Iran) disebelah Timur dan kerajaan Romawi di sebelah Barat bersama dengan Yahudi. Pada saat ini Islam juga menjadi asing kembali pada sebagian besar masyarakat dunia. Sedangkan sistem jahiliah berjalan kokoh sebagaimana pada awal Islam. Saat ini para pendukung gerakan dakwah disiksa, ditindas, dikucilkan, dikepung, dicaci dan dituduh mengguncang tata sosial dan menimbulkan kerusakan dan perpecahan menurut para penguasa yang menerapkan sistem jahiliah baik di Barat maupun di Timur. Namun demikian pohon peradaban modern kini mulai goyang. Keberadaannya sama dengan keadaan menjelang bi'tsah Nabi Muhammad Saw yang kemudian berhasil membangun dan menyatukan peradaban umat manusia. Jika demikian, maka betapa besar kebutuhan manusia kepada risalah ini (risalah Islam) untuk sekali lagi membebaskan dan menyelamatkan manusia dari kehancuran.

Dari uraian yang mendahului, maka dakwah Islam sebagai satu faktor dominan dalam tersebarnya Risalah, mewujudkan dan perbaikan masyarakat Islam (ishlah al-mujtama' al-Islam) dewasa ini secara internal terpenjara oleh sistem dakwah yang sudah menyimpang jauh dari sistem dakwah Nabi Muhammad Saw. Hal ini karena dakwah Islam saat ini di sebagian besar kalangan masyarakat Islam telah jauh dari model (qudwah) dakwah Nabi Muhammad Saw baik dari segi pemahaman atas ajaran Islam maupun dalam perumusan masalah, penetapan tujuan, sasaran, metode, sarana, kebijakan, pemilihan program, pembiayaan, tahapan (marhalah) dan kualifikasi da'i dalam dakwah Islam. Sedangkan secara eksternal faktor maraknya ghozw al fikri dari faham materialisme, leberalisme, sekularisme dan kapitalisme global baik secara teoritis maupun praktis cukup efektif membelokan orientasi gerakan dakwah Islam dari asas-asas dasarnya. Oleh karena itu, untuk membangun kembali tatanan masyarakat Islam diperlukan sistem dakwah Islam yang merujuk pada dakwah Nabi Muhammad Saw yang tak lain merupakan Sunnah Allah dalam dakwah, yang telah terbukti dapat mewujudkan masyarakat berkualitas khaira ummah dan negara yang berkualitas thayyibah.

Masalahnya bahwa telaah sistem dakwah Nabi Muhammad Saw yang mencerminkan kesatuan subsistem dan bersifat komprehensip masih langka dikaji pemikir dakwah. Pola pemaparan di kalangan pemikir dakwah masih terjebak pada asumsi dasarnya yang tidak tepat bahwa dakwah identik dengan tabligh. Hal ini nampak pada pemikiran Karim Zaidan yang mengidentifikasi subsistem dakwah terdiri dari : obyek dakwah, juru dakwah (da’i), penerima dakwah (mad'u), metode (ushlub) dan media dakwah (wasilah). Karim Zaidan meskipun dalam urainnya menyajikan bahwa dakwah adalah kaffah, meliputi semua aspek kehidupan tetapi perspektif sistem dakwah yang diajukan : pertama, tidak cukup untuk menganalisis sifat menyeluruh dakwah Nabi Muhammad Saw yang antar subsistem saling terkait dan tergantung dalam mewujudkan tujuan dakwah; kedua, berpijak dari subsistem-subsistem itu tidak bisa untuk menjelaskan secara komprehensif mengapa dakwah Islam berhasil dan mengalami kegagalan. Hal ini disamping subsistem-subsistem yang disajikan mendasarkan pada asumsi dakwah identik dengan tabligh juga antar subsistem tidak jelas pola hubungannya sehingga proses mencapai tujuan menjadi tidak jelas.

Sistem dakwah Islam yang mendasarkan pada dakwah Nabi Muhammad Saw sangat diperlukan karena ada Sunnah Allah dalam dakwahnya yang berkarakteristik dasar :

1. Memiliki sistem (nidham) yang pijakan, tujuan, prinsip-prinsip, dasar-dasar, kebijakan, metode dan titik-titik perhatiannya berasal dari wahyu.

2. Komprehensif (meliputi semua hal) dan integral, yakni mencakup seluruh persoalan dakwah yang ada dalam subsistem sistem dakwah. Subsistem-subsistem sistem yang saling terkait antara satu dengan lainnya sehingga membentuk jalinan yang kokoh yang didalamnya bergerak dan saling berhubungan mengikuti Sunah Allah.

3. Sistem dakwah Nabi Muhammad Saw memberikan arahan kepada ummat penerus risalahnya bagaimana memberikan jawaban dan solusi atas masalah yang timbul di tengah-tengah masyarakat berdasarkan al-Qur’an dan Sunah Rasul.[75]

Menurut Amrullah Ahmad, landasan dalam mencapai tujuan dakwah dan tujuan penelitian ini hendaknya merumuskan sistem dakwah Islam dengan berpijak pada dakwah Nabi Muhammad SAW dengan pendekatan teori umum sistem. Sudah tentu refleksi dan abstraksi akan selalu menyertai upaya pencapaian tujuan dalam melaksanakan analisis atas informasi yang diperoleh. Dengan tercapainya tujuan ini diharapkan akan ditemukan bangunan dasar sistem dakwah Islam sebagai pijakan pengembangan dakwah sebagai ilmu dan menjadi rujukan pelaksanaan dakwah Islam.[76]

C. Urgensi Sistem Dakwah menurut Amrullah Ahmad

Menurut Amrullah Ahmad, tanpa sistem dakwah kita tidak bisa menganalisis interaksi antar komponen dakwah secara komprehendif. Sehingga tidak sesuai denga tujuan yang ditetapkan, misalnya orang mendefinisikan dakwah hanya sebagai tabligh itu wajar untuk kita, tapi kalau dalam dakwah tabligh hanya salah satu bagian dari dakwah.

Dalam mengembangkan dakwah sebagai ilmu terasa sangat tidak mungkin tanpa dibarengi dengan adanya penemuan dan pengembangan kerangka teori dakwah. Tanpa teori dakwah maka apa yang disebut dengan ilmu dakwah tidak lebih dari sekedar kumpulan pernyataan normatif tanpa memiliki kadar analisis atas fakta dakwah atau sebaliknya, hanya merupakan kumpulan pengetahuan atas fakta sehingga mandul untuk memandu pelaksanaan dakwah dalam menghadapi masalah yang kompleks.

Secara akademik dengan adanya teori dakwah, maka dapat dilakukan generalisasi atas fakta-fakta dakwah, memandu analisis dan klasifikasi fakwa dakwah, memahami hubungan antar variabel dakwah, menaksir kondisi dan masalah dakwah. Baru seiring dengan perubahan sosial di masa depan serta menghubungkan pengetahuan dakwah masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Dengan ditemukannnya teori-teori dakwah yang telah menyebabkan keberhasilan dakwah masa lalu (dengan penelitian reflektif– penafsiran maudhu’i) sejarah dakwah (tarikh dakwah) dapat diuji kembali relevansi teori dengan fakta dakwah yang ada pada saat sekarang (dengan metode riset dakwah partisipatif) dan kemungkinan yang akan terjadi di masa depan (dengan metode riset kecenderungan gerakan dakwah).[77]

Masalah-masalah yang muncul dari lingkungan dimana dakwah diselenggarakan dan masukan-masukan ini diproses sedemikian rupa di dalam konversi yaitu untuk mengetahui out put dakwah.[78] Konversi merupakan unsur di dalam subsistem dakwah, sistem konversi menetukan:

1. Tujuan sistem Dakwah

Berdasarkan uraian yang terdahulu, maka tujuan sistem dakwah Islam adalah mewujudkan pribadi Muslim, keluarga Muslim, jama'ah Muslim, masyarakat yang berkualitas khaira ummah dan daulah thayyibah yang menerapkan syari'ah sehingga tercapailah falah dan hasanah di dunia dan di akhirat.

2. Fungsi Sistem Dakwah Islam

Fungsi sistem dakwah terdiri dari 6 (enam) fungsi terdiri dari : tabligh (menyampaikan), qiyadah (kepemimpinan), ta'dib, hijrah, amar ma'ruf nahyi mungkar dan jihad (qital fî sabilillah).[79]

a) Fungsi Tabligh

Setiap Nabi dan Rasul Allah berkewajiban menyampaikan kebenaran agama (risalah) yang dibawa kepada umat dan kaumnya. Tugas dan kewajiban menyampaikan kebenaran itu disebut tablig (tabligh). Secara harfiah, kata tabligh, iblagh atau balagh, berarti ishal, menyampaikan sesuatu kepada pihak lain. Balagh dapat pula berarti sesuatu (materi atau pesan) yang disampaikan juru penerangan (muballigh) baik dari al-Qur’an dan al-sunah maupun dari dirinya sendiri. Tabligh pertama kali ditugaskan oleh Allah kepada Rasul Allah sebagaimana tertera pada ayat berikut :

Hai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS al-Maidah : 67).

Tabligh dalam pengertian menyampaikan Al-Qur’an atau sistem Islam kepada masyarakat mad'u diwajibakan Allah sebagai awal setiap proses dalam tahapan dakwah. Sebelum jama'ah terbentuk disyaratkan adanya tabligh kemudian ditindaklanjuti dengan ta'dib (pembinaan) agar dapat diwujudkan keluarga Muslim dan jama'ah. Oleh karena begitu pentingnya tabligh dalam Islam sampai terjadi pandangan bahwa dakwah identik dengan tabligh, padahal sebenarnya adalah bagian dari dakwah. Tabligh dapat dijalankan secara lisan maupun secara tertulis dan tayangan media audio-visual, maupun dengan media konvensional.

b) Fungsi Qiyadah (Kepemimpinan)

Dakwah Islam hakikatnya menyampaikan dan mewujudkan sistem Islam kepada masyarakat mad'u. Ketika dakwah mulai berjalan dengan tabligh pasti akan ada tanggapan dari mad'u. Apabila mad'u ada yang menerima seruan maka penerima dakwah ini akan terus mengikuti arahan hidup menurut sistem Islam dibawah bimbingan da’i atau jama’ah dakwah melaui ta'dib. Pada saat itu, terjadi hubungan ketaatan antara ummat ijabah dengan da’i atas dasar akidah tauhid. Dengan terjadinya hubungan ketaatan berarti ia telah menerima kepemimpinan (qiyadah) dalam satu jama'ah. Dalam kerangka yang demikian, maka sistem dakwah menjalankan fungsi qiyadah harakah bagi ummat ijabah berhadapan dengan sistem thaghut berikut kepemimpinannya. Kepemipinan dakwah menjalankan fungsi mengarahkan dan menggerakan, mengambil keputusan, menyelesaikan berbagai masalah dan perselisihan, menegakkan keadilan, menjadi teladan hidup, memerintah dan membuat kesepakatan perdamaian dan penerapan peraturan.[80]

c) Fungsi Ta'dib

Hans Wehr dalam buku kamusnya menjelaskan ta'dib diartikan education, discipline, punishment, disciplinary punishment. Muaddib berarti educator, teacher in Koranic school. Kata ini terkait dengan adab yang diartikan culture….refinement, good manners…humanity; adabi yang berarti moral, ethic (al)/al-falsafah al-adabiyah berarti falsafah ethics/moral science;.. adiib berarti cultured, educated, refined, well-mannered, urbane. F. Gabrieli menulis bahwa perkataan adab sebagaimana dipakai pada abad ke-1 H memiliki makna-makna intelektual, etika, dan sosial. Kemudian, perkataan ini menjadi istilah yang berarti sejumlah i1mu pengetahuan yang menjadikan seseorang itu manusia berperadaban dan "tercerahkan" (urbane). Pada masa Al-Hariri abad ke-10 M, makna perkataan adab dikhususkan pada disiplin ilmu pengetahuan tertentu, yaitu adabiyyat atau kesusastraan. Dalam konsep ta'dib terkandung makna bimbingan yang meliputi aspek spiritual dan material dari manusia baik dalam akhlak, ilmu pengetahuan maupun ketrampilan sebagai faktor pembentuk manusia yang baik.

Ta'dib dengan demikian adalah istilah lain untuk menyebut pendidikan yang berkonsentrasi pada aspek bimbingan disamping tarbiyah dan ta'lim. Pemikir yang mengenalkan kembali istilah ta'dib untuk pendidikan pada akhir abad ke XX adalah Al-Attas. Ia berpijak dari mendefinisikan ulang bahwa orang terpelajar adalah orang baik. "Baik" menurutnya adalah adab dalam pengertian yang menyeluruh, "yang meliputi kehidupan spiritual dan material seseorang, yang berusaha menanamkan kualitas kebaikan yang diterimanya". Selanjutnya Adab adalah pengenalan dan pengakuan terhadap realitas bahwasanya ilmu dan segala sesuatu yang ada terdiri dari hierarki yang sesuai dengan kategori-kategori dan tingkatan-tingkatannya, dan bahwa seseorang itu memiliki tempatnya masing-masing dalam kaitannya dengan realitas, kapasitas, potensi fisik, intelektual, dan spiritualnya. Berpijak dari konsep manusia baik, manusia terpelajar dan adab maka Al-Atas mendefinisikan pendidikan sebagai ta'dib yakni : pengenalan dan pengakuan-yang ditanam secara progresif dalam diri manusia mengenai tempat yang sebenarnya dari segala sesuatu dalam susunan penciptaan, yang membimbing seseorang pada pengenalan dan pengakuan terhadap keberadaan Tuhan dalam tatanan wujud dan eksistensi. Pandangan ini sejalan dengan kesimpulan Ira M. Lapidus ketika memberikan kesimpulan atas kajian pemikiran Ibnu Maskaweh dalam Tahdzib al-Akhlaq bahwa satu istilah yang dipakai dalam Tahdzib untuk pembentukan katakter manusia adalah ta'dib dan hasilnya, pencapaian karakter yang baik adalah adab".[81]

Dalam hal ini ta'dib merupakan kelanjutan fungsi tabligh dalam dakwah yang dilaksanakan. Oleh karena itu maka ta'dib sebenarnya bagian dari tugas dakwah dan merupakan salah satu fungsi dakwah. Dalam perspektif sistem dakwah, ta'dib merupakan proses intensifikasi tabligh dalam penghayatan dan pendalaman Islam.

d) Fungsi Hijrah

Kata al-Hijrah adalah lawan kata dari kata, al-Washol (sampai/tersambung). Ha-ja-ra-hu, yah-ju-ru-hu, hij-ran, dan hij, ra, nan yang artinya memutuskannya, mereka berdua yah­ta-ji-ran atau ya-ta-ha-ja-ran yaitu saling me­ninggalkan. Bentuk isim-nya adalah al-hij­rah.

Kata Al-hij-ru atau al-hij-ran: seseorang yang meninggalkan yang lainnya, baik secara fisik, perkataan, bahkan hati. Hal ini mendasarkan pada Firman Allah SWT: " ... dan pisahkanlah mereka (wanita) ditempat tidur mereka .... " (an-Nisa: 34) Kata ini sebagai kiasan tidak adanya kedekatan. " ... sesungguhnya kaum­ku menjadikan Al-Qur 'an ini suatu yang tidak diacuhkan". (aI-Furqan: 30). Yang dimaksud dengan al-hij-ru dalam ayat ini adalah meninggalkan dengan hati atau meninggalkan dengan hati dan lisan. "Dan bersabarlah ter­hadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah merekadengan cara yang baik." (al-Muzzammil: 10) Ayat ini bisa me­ngandung tiga makna, dengan tambahan menyeru kepada jalan yang baik jika membuat mereka diam atau berkata lebih baik. Firman Allah SWT., "dan perbuatan dosa (menyembah berhala) jauhilah." (al-Mud­datsir: 5) Motivasi untuk meninggalkan semua perbuatan yang terkait dengan menyembah berhala.

Sedangkan pengertian kata ha-ja-ra dalam Al-Qur’an memiliki empat makna, yaitu, (1) perkataan keji/celaan, "Dengan menyombong­kan diri terhadap AI-Qur’ân itu dan meng­ucapkan perkataan-perkataan keji ter­hadapnya di waktu kamu bercakap-cakap di malam hari." (aI-Mu'minun: 67), yaitu mereka berkata keji terhadap Muham­mad Saw ., "Berkatalah Rasul, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku men­jadikan AI-Qur 'an ini suatu yang tidak diacuhkan.'" (al-Furqan: 30) (2) Berpindah dari suatu negeri ke negeri yang lain mencari keselamatan agama sebagai manifestasi taat kepada Allah SWT. Firman Allah SWT, "Maka Luth membenar­kan kenabiannya dan berkatalah Ibrahim, 'Sesungguhnya aku akan pindah ke (tem­pat yang diperintahkan) Tuhanku (kepada­ku) sesungguhnya Dialah yang Maha­perkasa lagi Mahabijaksana." (al-Anka­buut: 26), yaitu mereka berpindah ke Palestina sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab tafsir. "Barangsiapa yang berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak .... " (an­Nisa': 100) (3) Berpisah ranjang dengan pasangan Firman Allah SWT., " ... dan pisahkanlah mereka (wanita) di tempat tidur mereka .... " (an-Nisa': 34) (4) Menyendiri dan ber-uzlah " ... dan jauhilah mereka dengan cara yang baik."(al-Muz­zammil: 10), yaitu jauhilah mereka de­ngan cara yang baik. Menjauhi dengan cara yang baik yaitu menjauhi tanpa me­nimbulkan konflik.

Rasulullah bersabda : "Seorang Muhajir adalah siapa saja yang meninggalkan segala yang dilarang oleh Allah .. "

Berdasarkan hal-hal diatas, maka pengertian dasar dari hijrah adalah meninggalkan segala apa yang dilarang Allah baik keyakinan, pola pikir, sikap maupun perbuatan (amal) dan atau meninggalkan dâr kufr menuju dâr al Islam.

Makna khusus hijrah secara syar'i adalah hijrah yang dilaku­kan Rasulullah. bersama para sahabat­nya dari kota Mekah menuju Madinah. Dilandasi oleh hadits riwayat Bukhari dari Ibnu Abbas r.a., Nabi Saw bersabda : "Tidak ada hijrah setelah futuh Mekah akan tetapi hijrah dengan jihad dan niat. Apabila kalian dituntut untuk pergi, pergilah kalian." [82]

Dengan demikian hijrah secara lafdzi, bagi Rasul Allah SWT terputus setelah futuh Mekah tetapi hijrah secara maknawi dan lafdzi bagi ummat Islam tidak pernah terputus selagi masih ada negeri orang kafir.Hijrah tetap ada selagi dârul kufr ada di dunia ini, hahkan hijrah dari dârul kufr itu hukumnya wajib hagi setiap muslim yang tidak dapat mengeks­presikan keIslamannya secara leluasa dan jalan dakwah Islam perlu diamankan sehingga kalau di dunia sudah tidak ada lagi dârul kufr, hilanglah kewajihan hijrah.[83]

Hijrah merupakan salah satu bagian tugas dakwah dan merupakan bagian Sunnah Allah dalam dakwah sebab rintangan, halangan dakwah dan keharusan menciptakan situasi kondusif akan terus berlangsung. Oleh karena itu hijrah merupakan salah satu fungsi dakwah. Dalam perspektif sistem dakwah, hijrah merupakan mekanisme penyelamatan sistem dari tekanan struktural yang mengancam entropi sistem, sehingga dakwah tetap berkelanjutan dan sebagai pengolah balikan negatif yang berasal dari keluaran dakwah melalui lingkungan.

e) Fungsi Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar

Amar ma'ruf merupakan kewajiban kaum Muslim baik sebagai individu maupun umat, sekaligus menjadi karakter yang menonjol yang membedakan masyarakat Islam dengan masyarakat lain. Masyarakat Islam adalah masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap kebaikan dan petunjuk Allah, merupakan masyarakat yang selalu bekerjasama dan tolong menolong dalam membangun kebaikan masyarakat dan memerangi kejahatan.

Dalam al-Qur’an, secara jelas posisi amar ma'ruf dan nahi munkar yang dilandasi iman merupakan karakter ummat terbaik (khair ummah): " Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali-Imran:110)

Ayat ini menjelaskan bahwa karakter masyarakat yang berkualitas khaira ummah adalah masyarakat yang beriman yang melaksanakan amar ma'ruf (menegakkan sistem Islam) dan mencegah kemungkaran (memerangi kejahatan, kedhaliman atau ketidakadilan) yang berakar pada sistem thaghut. Masyarakat yang beriman inilah yang dijamin Allah akan memperoleh barakah yang melimpah.

Sedangkan nahi munkar bisa dilakukan secara bertahap sesuai dengan kadar kemampuan da’i. Nabi Muhammad Saw bersabda :

Barangsiapa di antara kamu melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya. Jika tidak mampu, maka ia harus mengubahnya dengan lisannya. Jika tidak mampu, maka ia harus mengubahnya dengan hatinya, yang demekian adalah selemah-lemah iaman.

Apabila nahi munkar tidak dilaksanakan maka akan memperoleh kutukan Allah : Telah dila'nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (QS. al-Maidah : 78-79)

Dakwah Islam dalam mewujudkan Islam dalam semua tatanan hidup ummat manusia dimungkinkan apabila amar ma'ruf dan nahi munkar dijalankan sebagai bagian integral fungsi dakwah Islam. Hal ini karena dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas khaira ummah mesti ada kekuatan yang memerintahkan masyarakat untuk menjalankan yang ma'ruf dan mencegah yang munkar. Dua dimensi kegiatan ini menjadi prasyarat tercapainya tujuan dakwah Islam. Dalam perspektif yang demikian maka dakwah Islam tidak bisa dipisahkan dengan politik hanya bisa dibedakan. Dalam perspektif sistem, amar ma'ruf nahyi munkar merupakan dimensi kekuasaan dalam dakwah yang menjadi penopang kekuatan dakwah dalam memecahkan masalah secara berkelanjutan sebagai pengolah balikan negatif dan positif sehingga sistem dakwah tetap stabil dan terintegrasi.

f) Fungsi Jihad (Qital fî Sabilillah)

Kata jihad berasal dari kata al-juhd, berarti kemampuan (al-taqqah), kesanggupan (al-wus’), kesulitan (al-masyaqqah) atau yang mendekatinya. Jihad adalah mencurahkan segala tenaga dan kekuatan untuk menegakkan Islam dalam rangka memperoleh ridha Allah SWT. Jihad berarti melawan musuh, merupakan suatu usaha yang sungguh-sungguh, mengerahkan segala kemampuan dan kesanggupan yang dimiliki baik dengan kata-kata maupun perbuatan. Dari pengertian ini, jihad dipahami sebagai usaha yang sungguh-sungguh, dengan mengeluarkan segala kemampuan yang dimiliki di waktu perang, atau waktu damai, dengan lisan atau apa saja demi meninggikan kalimat Allah dan memuliakan agama-Nya. Dakwah dengan kata-kata (tabligh) dengan demikian termasuk bagian dari jihad.

Secara hakiki jihad adalah menundukan hawa nafsu (keinginan subyektif) untuk taat kepada Allah. Taat dalam arti mengikuti perintah dan larangan Allah termasuk perintah untuk melaksanakan qital. Pengertian haikiki ini mendasarkan pada sabda Nabi Muhammad Saw : "Seorang mujahid adalah orang yang ber­jihad menundukkan dirinya untuk taat ke­pada Allah. Dan seorang Muhajir adalah orang yang berhijrah meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah SWT .. "

Dalam ayat lain, Allah SWT. me­nyebutkan derajat orang-orang yang ber­hijrah dan berjihad serta menyematkan sifat bagi mereka yaitu kemenangan. Allah ber­firman, "Orang-orang yang beriman dan ber­hijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat ,kemenangan. " (at-Taubah: 20).[84]

Menurut Sayyid Quthub, yang dikutip dalam disertasi Amrullah Ahmad, keharusan jihad (qital) dalam dakwah dikaitkan dengan kebebasan dakwah. Kebebasan dakwah ini menimbulkan tiga konsekuwensi. Pertama, setiap orang yang menerima Islam dengan dakwah itu, maka ia harus dapat memeluk dan menjalankan Islam dengan bebas dan merdeka. Kedua, orang yang menolak Islam, setelah sampai kepadanya dakwah, maka pilihan itu sepenuhnya menjadi haknya. Namun, ia sama sekali tidak dibenarkan karena kebebasan dakwah tadi menghalang-halangi jalannya dakwah. Sebaliknya, ia harus tetap memberi dan membuka jalan bagi kebebasan dan keamanan dakwah. Ketiga, kaum Muslim sendiri berkewajiban melawan dengan kekuatan fisik atau kekuatan bersenjata, setiap orang yang mengganggu dan menghalang-halangi jalan dakwah baik dengan penyiksaan maupun dengan fitnah.

Berdasarkan atas pertimbangan para ulama tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan : pertama, bahwa sistem dakwah mengandung fungsi jihad (qital) baik qital untuk melawan penghalang dakwah maupun karena mereka tidak mau menerima dakwah. Kedua, bahwa jihad (qital) bukan hanya bersifat defensif tetapi sekaligus ofensif terhadap lawan-lawan dakwah. Ketiga, jihad (qital) adalah penegak sistem dakwah dalam mewujudkan sistem Islam di muka bumi. Keempat, jihad (qital) adalah salah satu metode yang efektif untuk mewujudkan perdamaian. Dalam perspektif sistem dakwah, jihad (qital) adalah mekanisme pertahanan dan penjaga stabilitas sistem dakwah dalam mengolah balikan hambatan menjadi kekuatan dakwah serta menjadi penegak sistem dakwah.[85]

D. Subsistem Dalam Sistem Dakwah

Menurut Amrullah Ahmad, untuk menganalisa keadaan dakwah Islam yang permasalahannya semakin kompleks di tengah-tengah perubahan sosial, diperlukan suatu kerangka analisa makro untuk menjembatani kesenjangan antara pemikiran realitas dakwah dengan tujuan dakwah. Pendekatan ini berangkat dari anggapan dasar bahwa dakwah Islam merupakan suatu sistem usaha merealisasikan ajaran Islam pada semua dataran kenyataan kehidupan manusia. Dalam pendekatan ini digunakan teori umum sistem yang bersifat analitis, yaitu mengadakan konstruk intelektual yang tersusun dari aspek-aspek realitas dakwah Islam.[86] Pada umumnya sistem terdiri dari lima komponen dasar, komponen tersebut yaitu:

1. Subsistem masukan (input)

Subsistem (input) dapat berupa zat, energi, manusia dan informasi. Ia merupakan kekuatan yang menggerakan yang memberikan kepada sistem yang bersangkutan apa yang diperlukannya untuk beroperasi. Dalam konteks penelitian ini subsistem masukan memberikan daya beroperasinya sistem dakwah yang terdiri dari: masukan utama (raw input), masukan sarana (instrumental input) dan masukan lingkungan (environmental input).

Masukan utama (raw input) terdiri dari materi dakwah, manusia (sebagai da’i dan sasaran dakwah). Materi dakwah terdiri dari Al-Qur’an, As Sunnah dan hasil ijtihad. Masukan sarana (instrumental input) berupa metode, peta (informasi), dana dan fasilitas dakwah. Masukan lingkungan (environmental input) berupa masalah-masalah yang muncul dalam masyarakat yang berkaitan dan mempengaruhi dakwah yang memerlukan pemecahan dalam dakwah.

2. Subsistem proses (konversi)

Subsistem (konversi) yaitu aktivitas yang mentransformasikan masukan menjadi keluaran. Ia dapat berupa sebuah mesin, seorang individu, sebuah komputer, sebuah bahan kimia atau peralatan, atau tugas-tugas yang dilaksanakan oleh sekelompok orang anggota organisasi. Namun demikian, dalam beberapa situasi, transformasi tidak dapat diketahui secara detail karena transformasi bersifat kompleks. Dalam penelitian ini subsusbsistem proses (konversi) sistem dakwah terdiri dari : tujuan, qiyadah (kepemimpinan), tabligh, ta’dib, hijrah, amar ma’ruf nahyi mukar dan jihad (qital). Subsubsistem ini merupakan perwujudan dari fungsi sistem dakwah sebagaimana telah diuraikan sebelumnya. Subsistem ini merupakan wilayah ikhtiari dakwah karena hasil yang diharapkan akan sangat ditentukan dari tindakan dakwah dalam melaksanakan proses transformasi ini.

3. Subsistem keluaran (output)

Subsistem (output) merupakan hasil pengoperasian proses-proses atau dengan perkataan lain tujuan adanya sistem yang bersangkutan. Semua proses transformasi menyebabkan terbentuknya lebih dari satu macam tipe keluaran. Terkait dengan penelitian ini maka keluaran sistem dakwah mencakup terwujudnya Islam dalam kehidupan pribadi, keluarga, jama'ah, masyarakat dan negara (daulah) sehingga Islam menjadi rahmat seluruh alam. Keluaran akan memberikan pengaruh dan perubahan lingkungan. Hasil akhir sistem dakwah Islam berdimensi ikhtiari dan hidayah. Oleh karena itu keluaran merupakan hasil subsistem proses dalam mentransformasikan Islam yang dibarengi dengan diterminasi akhir dari Allah yang disebut hidayah.

4. Subsistem balikan (feedback)

Subsistem (feedback) adalah merupakan keluaran yang kembali menjadi masukan. Hal ini karena secara teoritis, sebuah sistem berjalan menurut siklus dan berdaur ulang (recycling). Proses datangnya kembali segala perolehan itu akan langsung berpengaruh terhadap sistemnya sendiri maupun melalui lingkungan terlebih dahulu dan demikian seterusnya. Balikan terdiri dari dua: balikan positif dan negatif. Balikan positif akan memperbesar ketahanan sistem. Balikan negatif adalah balikan yang melawan arus, namun hal ini diperlukan sebagai wahana pencegah dini terhadap adanya penyimpangan-penyimpangan, bahan dan hal-hal yang bertentangan dengan tujuan. Sebuah sistem dapat bertahan justeru jika balikan negatifnya tetap berfungsi. Dengan balikan ini dapat tercipta mekanisme swakelolanya sendiri perwujudan ini adalah adanya monitoring dan evaluasi sebagai tindak koreksi atas penyimpangan. Dalam penelitian Amrullah Ahmad balikan sistem dakwah terdiri dari : balikan positif (informasi dan sikap mad'u berupa dukungan), balikan negatif (informasi dan sikap mad'u berupa hambatan) dan sikap netral mad'u.

5. Lingkungan dakwah (environment)

Lingkungan (environment) dakwah adalah masyarakat yang merupakan medan dakwah dalam kategori masyarakat awal dakwah Nabi Muhammad SAW terdiri dari orang-orang yang hanif, kafirun, musyrikun dan ahl Kitab.

Pada setiap subsistem dilihat secara mikro bisa disebut sebagai sistem. Misalnya subsistem konversi secara mikro dapat disebut sistem konversi dan subsub sistem tabligh menjadi salah satu sub sistemnya dan seterusnya.[87]

Subsistem diatas seperti masukan, konversi, pengeluaran, fed back, environment (lingkungan), yang masing-masing ini punya peran masing-masing terhadap pergerakannya suatu sistem. Masukan, konversi dan lain-lain. Contoh: rangkaian mesin motor yang (out putnya) adalah tenaga. Pengeluaran dari sistem dakwah seperti Abu Bakar CS, Keluarga Ali, Jama’ah Ansor, Jama’ah Muhajirin, itulah contoh terkait dengan dakwah Islam.[88]

E. Aplikasi Sistem Dakwah

Kajian pertama dilingkungan perguruan tinggi mengenai dakwah Islam dimulai dari al-Azhar University pada 1942. kemudian di Indonesia Fakultas Dakwah didirikan pada tahun 1971 di lingkungan IAIN Wali Songo, Semarang, yang kemudian di ikuti oleh IAIN seluruh Indonesia, adalah merupakan sebuah ungkapan akademis, betapa kegiatan dakwah Islam yang menjadi sebab efisien terbentuknya masyarakat Islam ternyata memerlukan landasan akademik yang kokoh di perguruan tinggi. Hal ini menandakan bahwa kegiatan praxis ternyata memerlukan landasan-landasan epistemik dan metodologi serta idiologis. Dengan adanya landasan yang kokoh secara keilmuan, maka pengembangan dakwah pada tingakatan praxis akan mempercepat pencapaian tujuan dakwah terwujudnya masyarakat yang berkualitas khaera ummah dan Negara yang berkualitas tayyibah warobbun ghafuur. Oleh karena itu, kajian mengenai peran fakultas dakwah dalam pemberdayaan masyarakat Islam sejatinya merupakan pertanyaan yang mudah dijawab. Hal ini karena sudah sangat jelas bahwa gerakan dakwah Islam memerlukan dukungan dan pengembangan epistemik, teoritik, dan metodologi dakwah agar umat Islam sebagai subyek dan obyek dakwah dapat mengembangkan diri menuju kesempurnaan hidup sesuai dengan cita-cita Islam.[89]

Menurut Amrullah Ahmad, Aplikasi dan peran dakwah yaitu di dalam organisasi-organisasi dakwah, misal sebagai aktifitas jurusan dakwah. Dakwah di dalam dunia akademik sebagai ilmu, seperti ada penyiaran Islam dan konseling Islam, sistem dakwah. Sistem dakwah dulu ada di perguruan tinggi di fakultas jurusan dakwah, diberikan kepada mahasiswa supaya mahasiswa berfikir dalam pengembangan dakwah.[90]

Taraf disiplin ilmu dalam aplikasi sistem dakwah berawal dari Gagasan dan ide cemerlang untuk menjadikan dakwah sebagai disiplin ilmu telah terlaksana. Keilmuan dakwah yang beliau gagas selama kurang lebih sepuluh tahun 1983-1994, terwujud dalam kurikulum Fakultas Dakwah IAIN Depag RI 1994. Disiplin ilmu dalam Fakultas Dakwah sampai sekarang masih berjalan. Disiplin ilmu tertuang dalam kurikulum Fakultas Dakwah IAIN Depag RI 1994: program SI; Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), Manajemen Dakwah (MND), dan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI).[91]


Sistem dakwah Islam Amrullah Ahmad. Gambar 1.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah mengkaji, meneliti dan menganalisis, pada bab ini penyusun akan memberikan kesimpulan tentang hasil penelitian yang dilakukan. Kesimpulan ini diberikan sebagai jawaban atas permasalahan yang penyusun rumuskan pada bab I pendahuluan

Kemudian penulis melakukan penelitian terhadap pemikiran Amrullah Ahmad mengenai Dakwah Islam maka terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan. Amrullah Ahmad dalam mengkonsep sistem dakwah dengan berlandaskan al-Qur’an dan as-Sunnah.

Dakwah Islam Amrullah Ahmad juga mengacu pada dakwah Nabi Muhammad Saw. Setelah itu sistem dakwah Nabi disistematisasikan oleh Amrullah Ahmad dengan menggunakan pendekatan teori sistem. Teori sistem tersebut yaitu; sistem input masukan utama (al-Qur’an dan as-Sunnah), sarana dan lingkungan. Sistem konversi (tabligh dan ta’dib), sistem output (pribadi, Keluarga, Jama’ah, masyarakat dan Negara), feedback (informasi, sikap mad’u, peta masalah dan hasil-hasil), dan environment (lingkungan medan dakwah/mad’u).

Aspek tujuan sistem dakwah Islam mewujudkan pribadi muslim, keluarga, muslim, jama’ah muslim, masyarakat yang berkualitas khaera ummah dan daulah thayyibah yang menerapkan syari’ah sehingga tercapailah falah dan hasanah di dunia dan akhirat.

B. Saran-saran

Sebelum mengakhiri tulisan ini, penulis mengajukan beberapa rekomendasi yang berupa saran-saran kepada para pembaca atau terhadap semua orang yang memiliki komitmen terhadap pemikiran dakwah Islam di Indonesia, khususnya terkait penelitian penulis terhadap pemikiran Amrullah Ahmad, saran-saran yang penulis rekomendasikan merupakan keluhan atau bahkan anjuran yang hendaknya dijadikan informasi awal untuk melakukan refleksi terhadap persoalan-persoalan dakwah Islam yang terjadi agar melahirkan sebuah hasil penelitian yang relatif lebih baik dan sempurna. Saran-saran yang penulis rekomendasikan adalah sebagai berikut:

1. Bagi para pembaca yang ingin mengkaji dan meneliti lebih jauh pemikiran Amrullah Ahmad, penulis menyarankan untuk memperoleh karya-karya Amrullah Ahmad yang lain, agar bisa mendapatkan lebih banyak informasi tentang pemikiran Amrullah Ahmad, karena karya-karyanya sangat jarang di temui di toko-toko buku di tempat peneliti berada.

2. Bagi para pengambil kebijakan khususnya dalam dakwah Islam, penulis memberi masukan agar lebih dalam lagi dalam merumuskan suatu kebijakan, agar dalam pelaksanaan proses dakwah dapat berjalan dengan baik dan pada akhirnya dakwah Islam tidak kehilangan arah dan tujuannya, yaitu terbentuknya manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang bertanggung jawab.

3. Bagi para aktivis Islam, baik di pergerakan, LSM, akademisi, maupun para da’i hendaknya selalu mengadakan dialog-dialog guna meningkatkan ketajaman analisis terhadap studi keIslaman khususnya wacana-wacana yang digagas oleh Amrullah Ahmad. Supaya adanya basis keilmuan dakwah yang baik untuk menciptakan dialog yang mencerahkan.

4. Pada pihak keluarga, dakwah yang sesungguhnya adalah dakwah di dalam lingkungan keluarga, oleh karena itu, hendaknya orang tua selalu menciptakan suasana atau kondisi yang edukatif dalam membimbing keluarga dan hendaknya memberikan tauladan yang baik pada putra-putrinya.

C. Kata Penutup

Al-hamd li Allah, Puji Tuhan seru sekalian alam, Tuhan bagi seluruh manusia, Tuhan bagi penghuni bumi, Tuhan bagi penghuni langit, Tuhan bagi seluruh alam semesta. Atas pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Semoga upaya dan ikhtiyar yang telah penulis lakukan menjadi keridlaan dan amal shalih yang bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, Amin.

Tidak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih dan permohonan maaf yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian ini. Khususnya kepada dosen pembimbing, Bapak Abdul Basit, yang telah ikhlas hati memberikan banyak bimbingan, motivasi, dan masukan yang sangat berarti bagi penulis. Dan tak lupa penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak instansi MUI Pusat Jakarta yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian.

Demikian yang dapat penulis paparkan dalam penelitian ini, meski masih sangat jauh dari sempurna, tetapi penulis berharap semoga penelitian kecil ini dapat menjadi berkah bagi penulis maupun bagi para pembaca, amin... teriring salam dan doa semoga kita semua senantiasa mendapatkan ridla Allah SWT serta tetap pada jalan iman dan Islam. Wa Allah a’lam bi al-Sawwāb.

Penulis

Hidayattur Rochman

NIM. 052 612 009


DAFTAR PUSTAKA

Abied, M. Aunul, Islam Garda Depan, (Bandung: Mizan), 2001.

Ahmad, Amrullah, (Ed)., Dakwah Islam dan Perubahan Sosial (Seminar dan Diskusi), (Yogyakarta: PLP2M), 1983.

_____________, Dakwah Islam sebagai Ilmu Sebuah Kajian Epistimologi dan Struktur Keilmuan Dakwah, “Makalah tidak dipublikasikan” 1983.

______________, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Gema Insani Press), 1996. (Biografi Penulis)

______________, Peran Fakultas Dakwah dalam Pemberdayaan Masyarakat Islam, Makalah tidak dipublikasikan, Fakultas Dakwah IAIN Raden Intan Bandar lampung. 2 oktober 2005.

______________, Sistem Dakwah Islam “Analisa Terhadap Dakwah Nabi Muhammad Saw, Disertasi tidak dipublikasikan, Jakarta: 2008.

______________, Format Strategi Dakwah yang Antisipatif di Tengah Gelombang Kapitalisme Global, Materi Kajian Iktikaf Ramadhan Padepokan Budi Mulia 09 Oktober 2007 di Jogjakarta.

­­

_________________, “Konstruksi Keilmuan Dakwah dan Pengembangan Jurusan-Konsentrasi Studi”, Makalah, APDI Unit Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, (Semarang 19-20 Desember). 2008.

______________, Curiculum Vitae (tidak di publikasikan), Jakarta Februari 2010.

______________, Biografi (tidak di publikasikan), Jakarta: Februari 2010

Al-Bana, Hasan, Bai’at Jihad & Dakwah, (Yogyakarta: Nurma Idea Media), 2004.

Ali, Muhammad, Strategi Penelitian Pendidikan, (Bandung: Angkasa), 1987.

Amin, Samsul Munir, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah), 2009.

Andy, Dermawan, dkk., Metodologi Ilmu Dakwah, (Yogyakarta: LESFI), 2002.

Arifin, M., Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara), 2000.

Asmuni Syukir, Dasar-Dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya: Al-Ikhlas), 1983.

Aziz, Moh. Ali, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana), 2004.

Aziz, Jum’ah Amin Abdul, Fiqih Dakwah “Prinsip dan Kaidah Asasi Dakwah Islam”, Solo: Era Intermedia), 1997.

Basit, Abdul, Dakwah Antar Individu Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: STAIN Purwokerto Press bekerjasama Grafindo Literia Media), 2008.

_______­____, Pemikiran Abu Al-A’la Al-Maududi Tentang Dakwah Islamiyah, (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah), 2000.

Baqi, Muhammad Fuad Abdul, Al-Mu’jam Al-Muffahras li Alfazh al-Qur’an, (Cairo: Dar Al-Kutub Al-‘Arabiyyah).

Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Karya Insan Indonesia), 1989.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research II, (Yogyakarta: Andi Offset), 1995.

Harahap, Nasrudin, dkk., Dakwah Pembangunan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, DPD Golkar Tk. II Yogyakarta), 1992.

Hafidhuddin, Didin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Pers), 1998.

Hefni Suparta, Munzier dan Harjani, Metode Dakwah, (Jakrta: Prenada Media), 2003.

Tasmara Toto, Komuniksi Dakwah, (Jakarta: Gaya Pratama Pustaka Setia), 1997.

Kusnawan, Aep, Komunikasi dan Penyiaran Islam, (Bandung: Benang Merah Press), 2004.

Mansyur, M., dkk., Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: TH-Press), 2007.

Muchtarom, Zaini, Dasar-dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta: al-Amin dan IKFA Sunan Kalijaga), 1996.

Muhtadi, Asep Saeful, Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktek, (Jakarta: Logos), 1999.

__________________, dan Agus Ahmad Safei, Metode Penelitian Dakwah. (Jakarta: Pustaka Pelajar), 1999.

Munawir, M. Fajrul, Jurnal PMI “Dialektika Islam Liberal dan Islam Fundamental” Catatan Pinggir Bagi Desain Pengembangan Masyarakat Islam. Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, (Yogyakarta), 2005.

Muhyiddin, Asep, Dakwah dalam Persepektif al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia), 2002.

Mulkhan, Abdul Munir, Idiologisasi Gerakan Dakwah Episode Kehidupan M. Natsir dan Azhar Basyir, (Yogyakarta: Sipress), 1996.

___________________, Teologi Kebudayaan dan Demokrasi Modernitas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 1995.

Munawir, Warson, Kamus Al-Munawir, (Surabaya: Mitra Pustaka), 1994.

Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press), 2001.

NS., Suwito, Transformasi Sosial (Kajian Epistimologi Ali Syari’ati Tentang Pemikiran Islam Modern), (Yogyakrta: STAIN Purwokerto Press Bekerjasama dengan Unggun Religi), 2004.

Rosyidi, Dakwah Sufistik Kang Jalal, (Jakarta: Paramadina), 2004.

Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan),1994.

Slamet, Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas),1994.

Soekanto, Soejono, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo), 2001.

W.J.S. Poerwadarminta. Kamus Besar Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka), 1976.


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hidayatur Rochman

Tempat, Tgl. Lahir : Cilacap, 08 Februari 1987

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Belum nikah

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Alamat : Benda Kulon Rt. 04/ Rw. 16 Majenang Cilacap.

e-mail : hidayatrafli@yahoo.co.id

Pendidikan :

1. Formal

a. MI Bendasari, lulus tahun 1998.

b. Mts El-Bayan Bendasari, lulus tahun 2002.

c. MA El-Bayan Bendasari, lulus tahun 2005.

d. STAIN Purwokerto, lulus teori tahun 2010.

2. Non formal

a. Nyantri di Pondok Pesantren El-Bayan, tahun 2003.

b. Nyantri di Pondok Pesantren Darul Abror Purwokerto, sampai tahun 2010.

Pengalaman organisasi :

  1. PMII Purwokerto (Komisariat-Cabang).
  2. Sekertaris LSiK Banyumas selama dua periode, 2006-2008.
  3. Wakil Sekretaris Jenderal Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STAIN Purwokerto 2008-2009.
  4. Kordinator Departeman Keuangan Senat Mahasiswa (SEMA) STAIN Purwokerto 2009-2010.
  5. Sekertaris Umum UKM MASTER (Musik Anak STAIN Purwokerto) STAIN Purwokerto Periode 2008-2009.

Demikian Riwayat Hidup ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Purwokerto, 05 Agustus 2010.

Hidayatur Rochman

NIM. 052 612 009



[1] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana), 2004. hal. 1

[2] Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Amzah), 2009. hal. xx

[3] Zaini Muchtarom, Dasar-dasar Manajemen Dakwah, (Yogyakarta: al-Amin dan IKFA Sunan Kalijaga), 1996. hal. 14.

[4]Hasan Al-Bana, Bai’at Jihad & Dakwah, (Yogyakarta: Nurma Idea Media), 2004. hal.103-104.

[5] Rosyidi, Dakwah Sufistik Kang Jalal, (Jakarta: Paramadina), 2004. hal.1-2.

[6] Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Karya Insan Indonesia), 1989. hal. 79.

[7]Abdul Basit, Dakwah Antar Individu Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: STAIN Purwokerto Press bekerjasama Grafindo Literia Media), 2008. hal. 1.

[8] Abdul Basit, Dakwah Antar Individu… hal. 7.

[9] M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar Studi, (Jakarta: PT. Bumi Aksara), 2000. hal. 6.

[10] M. Fajrul Munawir, Jurnal PMI “Dialektika Islam Liberal dan Islam Fundamental” Catatan Pinggir Bagi Desain Pengembangan Masyarakat Islam. Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga, (Yogyakarta), 2005. hal.34.

[11] Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktek, (Jakarta: Logos), 1999. hal. 45.

[12] Abdul Basit, Dakwah Antar Individu…, hal. 2.

[13] Amrullah Ahmad, (Ed)., Dakwah Islam dan Perubahan Sosial (Seminar dan Diskusi), (Yogyakarta: PLP2M), 1983. hal: 12-14.

[14] Amrullah, Ahmad, “Konstruksi Keilmuan Dakwah dan Pengembangan Jurusan-Konsentrasi Studi”, Makalah, Unit Fakultas dakwah IAIN Walisongo, (Semarang 19-20 Desember 2008). hal. 43.

[15] Amrullah, Ahmad, “Konstruksi Keilmuan Dakwah”, Makalah…, hal.17.

[16] W.J.S. Poerwadarminta. Kamus Besar Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka), 1976. hal. 752.

[17] Amrullah Ahmad, “Konstruksi Keilmuan Dakwah”, Makalah…, hal.15.

[18] Amrullah, Ahmad, “Konstruksi Keilmuan Dakwah , Makalah, … hal. 8.

[19] Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah…, hal. 4.

[20] Asep Muhyiddin, Dakwah dalam Persepektif al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia), 2002. hal. 239.

[21] Rosyidi, Dakwah Sufistik…, hal. 32-33.

[22] Amrullah, Ahmad, “Konstruksi Keilmuan Dakwah, Makalah…, hal. 4.

[23] Muhammad Ali, Strategi Penelitian Pendidikan, (Bandung: Angkasa), 1987. hal. 42.

[24] Soejono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: Raja Grafindo), 2001. hal. 12.

[25] Sutrisno Hadi, Metodologi Research II, (Yogyakarta: Andi Offset), 1995. hal. 193.

[26] Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press), 2001. hal. 68.

[27] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, … hal. 71.

[28] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, … hal. 72.

[29] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, … hal. 72.

[30] Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah, … hal. 73.

[31] Amrullah Ahmad, Konstruksi Keilmuan Dakwah, Makalah… hal. 43.

[32] Abdul Basit, Pemikiran Abu al-A’la al Maududi Tentang Dakwah Islam, Tesis (Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah), 2000. hal. 44.

[33] Warson Munawir, Kamus Al-Munawir, (Surabaya: Mitra Pustaka), 1994. hal. 439.

[34] Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah,... hal. 1

[35] Amrullah Ahmad, (Ed)., Dakwah Islam ... hal: 7.

[36] Slamet. M.A., Prinsip-Prinsip Metodologi Dakwah, (Surabaya: Al-Ikhlas),1994. hal. 29-30.

[37] Abdul Basit, Dakwah Antar Individu Teori ,... hal. 10.

[38] Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al-Mu’jam Al-Muffahras li Alfazh al-Qur’an, (Cairo: Dar Al-Kutub Al-‘Arabiyyah). hal. 120, 692-693.

[39] M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, (Bandung: Mizan),1994. hal. 194.

[40] Munzier dan Harjani Hefni Suparta, Metode Dakwah, (Jakrta: Prenada Media), 2003. hal. 6.

[41] Tasmara Toto, Komuniksi Dakwah, (Jakarta: Gaya Pratama Pustaka Setia), 1997. hal. 31.

[42] Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Pers), 1998. hal. 77.

[43] Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah…, hal. 1-2.

[44] Abdul Munir Mulkhan, Idiologisasi Gerakan Dakwah Episode Kehidupan M. Natsir dan Azhar Basyir, (Yogyakarta: Sipress), 1996. hal. 52.

[45] Amrullah Ahmad, (Ed)., Dakwah Islam dan Perubahan Sosial …, hal. 2.

[46] Dermawan Andy, dkk., Metodologi Ilmu Dakwah, (Yogyakarta: LESFI), 2002. hal. 26-27.

[47] Amrullah, Ahmad, “Konstruksi Keilmuan Dakwah, Makalah, … hal. 1.

[48] Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah…, hal. 13

[49] Aep Kusnawan, Komunikasi dan Penyiaran Islam, (Bandung: Benang Merah Press), 2004. hal. 15-16.

[50] Asep Saeful Muhtadi dan Agus Ahmad Safei, Metode Penelitian Dakwah. (Jakarta: Pustaka Pelajar), 1999. hal. 45.

[51] Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah…, hal. 13

[52] Suwito NS., Transformasi Sosial (Kajian Epistimologi Ali Syari’ati Tentang Pemikiran Islam Modern), (Yogyakrta: STAIN Purwokerto Press Bekerjasama dengan Unggun Religi), 2004. hal. 238.

[53] M. Mansyur, dkk., Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadis, (Yogyakarta: TH-Press), 2007. hal. 52.

[54] Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah…, hal. 97.

[55] Samsul Munir Amin, Ilmu Dakwah…, hal. 13-15

[56] Abdul Munir Mulkhan, Teologi Kebudayaan dan Demokrasi Modernitas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 1995. hal. 27.

[57] M. Aunul Abied, Islam Garda Depan, (Bandung: Mizan), 2001 hal. 218.

[58] Amrullah Ahmad, Curiculum Vitae (tidak di publikasikan), Jakarta Februari 2010.

[59] Amrullah Ahmad, Biografi (tidak di publikasikan), Jakarta: Februari 2010

[60] Amrullah Ahmad, Dimensi Hukum Islam dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Gema Insani Press), 1996. (Biografi Penulis)

[61] Amrullah Ahmad, Curiculum Vitae (tidak di publikasikan), Jakarta Februari 2010.

[62] Wawancara dengan Amrullah Ahmad, Selasa 01 Juni 2010 di Jl. Proklamasi Kantor MUI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat.

[63] Wawancara dengan Amrullah Ahmad…

[64] Wawancara dengan Amrullah Ahmad, …

[65] Amrullah Ahmad, (Ed)., Dakwah Islam … hal: 12-14.

[66] Amrullah, Ahmad, “Konstruksi Keilmuan Dakwah … hal. 15.

[67] Wawancara dengan Amrullah Ahmad…,

[68] Amrullah, Ahmad, “Konstruksi Keilmuan Dakwah, Makalah,… hal. 15.

[69] Departemen Agama Republik Indonesia, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: CV. Karya Insan Indonesia), 1989. Surat Arraad: 15.

[70] Amrullah Ahmad, Format Strategi Dakwah yang Antisipatif di Tengah Gelombang Kapitalisme Global, Materi Kajian Iktikaf Ramadhan Padepokan Budi Mulia 09 Oktober 2007 di Jogjakarta. hal. 3.

[71] Amrullah Ahmad, Sistem Dakwah Islam “Analisa Terhadap Dakwah Nabi Muhammad Saw, Disertasi tidak dipublikasikan, Jakarta: 2008 hal. 569.

[72] Amrullah Ahmad, (Ed)., Dakwah Islam dan Perubahan Sosial … hal: 2.

[73] Wawancara dengan Amrullah Ahmad, Selasa 01 Juni 2010 di Jl. Proklamasi Kantor MUI Pusat, Menteng, Jakarta Pusat.

[74] Wawancara dengan Amrullah Ahmad, …

[75] Amarullah Ahmad, Sistem Dakwah Islam…, hal.17-21.

[76] Amarullah Ahmad, Sistem Dakwah Islam…, hal. 128-129.

[77] Amrullah, Ahmad, “Konstruksi Keilmuan Dakwah … hal. 48.

[78] Wawancara dengan Amrullah Ahmad, …

[79] Amarullah Ahmad, Sistem Dakwah Islam…, hal. 53.

[80] Amarullah Ahmad, Sistem Dakwah Islam…, hal. 55.

[81] Amrullah Ahmad, Sistem dakwah Islam… hal. 57.

[82] Amrullah Ahmad, Sistem dakwah Islam… hal. 59-61.

[83] Amrullah Ahmad, Sistem dakwah Islam… hal. 63.

[84] Amrullah Ahmad, Sistem dakwah Islam… hal. 63-66.

[85] Amrullah Ahmad, Sistem dakwah Islam… hal. 68.

[86] Amrullah Ahmad, (Ed)., Dakwah Islam dan Perubahan Sosial …, hal. 13-14.

[87] Amarullah Ahmad, Sistem Dakwah Islam…, hal. 36-38.

[88] Wawancara dengan Amrullah Ahmad…

[89] Amrullah Ahmad, Peran Fakultas Dakwah dalam Pemberdayaan Masyarakat Islam, Makalah tidak dipublikasikan, Fakultas Dakwah IAIN Raden Intan Bandar lampung. 2 oktober 2005. hal. 1.

[90] Wawancara dengan Amrullah Ahmad…

[91] Amrullah Ahmad, Makalah “Konstruksi Keilmuan Dakwah Islam”…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar